Laman

Minggu, 29 Agustus 2010

pengertian shadaqah

seorang muslim harus banyak-banyak shadaqah karena dengan shadaqah itu akan menjaga bahaya, karena malaikat selalu mendoakan kepada orang yang shadaqah supaya cepet-cepet diganti sebalik bagi orang yang kikir malaikat mendo'akan supaya cepat-cepat lenyap hartanya. laul apa yang dimaksud denga shadaqah?
Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dEmgan mengharap ridha Allah semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.
Hukum shadaqah ialah sunnat : hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, sebagai berikut :
Artinya : "Dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah" (Yusuf : 88)
Allah juga berfirman sebagai berikut :
Artinya : "Dan kamu tidak menafkahkan, m~/ainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang kamu belanjakan, kelak akan disempurnakan ba/asannya sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya". (QS. AI Baqarah : 272) /
Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya : "Apabila seseorang te/ah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali
tiga perkara, shadaqahjariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendo'akan
kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu,
yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.
dalam bershadaqah harus yang baik jangan yang sudah lama, layu dan sebagainya, yang penting sebagian harta yang dicintai dalam Al-Quran surat al-'Imran ayat 92 dikatakan مما تحبون dalam ilmu nahwu yaitu kitab شرح التصرح على التوضح فى النحو halaman 637 dikatakan bahwa min disana min litab'id artinya sebagian jaid yang dikeluarkannya adalah sebagian harta, dan bershadaqah jangan terlalu sedikit dan jangan terlalu banyak sampai habis harta semua tapi sewajarnya atau pertengahan karena keterangan mengatakan urusan yang paling baik adalah pertengahan

pengertian ariyah dan rukun ariyah

A.Pengertian
Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar dapat dikembalikan lagi zat barang tersebut.
Setiap yang mungkin dikembalikan manfaatnya dengan tidak merusak zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Firman Allah SWT.
وتعاونواعلى البر والتقوى ولاتعاونواعلى الاثم والعدوان.
“Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan taqwa kepada Allah, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa dan bermusuhan” (Al-Maidah: 2)

Meminjamkan sesuatu berarti menolong yang meminjam. Firman Allah SWT.
ويـمنعون الماعون (الماعون: 7)
“Mereka enggan meminjamkan barang-barang yang berguna (kebutuhan rumah tangga, seperti jarum, timba dll)”. (Al-Ma’un: 2)

Dalam surat tersebut telah diterbangkan berberapa perkara yang tidak baik, di antaranya hubungan bertetangga yang hendak pinjam meminjam seperti yang tersebut di atas.
Sabda Rasulullah SAW
العارية مؤداة والزعيم عارم (رواه أبىداود والترمذى وحسنه)
“Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang meminjam sesuatu harus membayar.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, dan dikatakan Hadits Hasan)

a.Hukum Pinjaman
Asal hukum meminjamkan adalah sunat, seperti tolong menolong dengan orang lain, kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan berguna untuk yang haram.
Kaidah: “Jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.” Misalnya, seseorang yang menunjukan jalan kepada pencuri, maka keadaannya sama dengan melakukan pencurian itu.

b.Rukun Pinjaman
2.Yang meminjamkan syaratnya
a.Ahli (berhak) berbuat baik sekehendaknya: anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkannya.
b.Manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan, walau dengan jalan wakaf atau menyewa sekalipun, karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karenanya yang meminjamkan tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjam bukan miliknya. Hanya dia dizinkan mengambilnya, tetapi membagikan manfaat yang boleh diambilnya kepada yang lain, tidak berlarangan, seperti dia meminjam rumah selama satu bulan ditinggalinya hanya 15 hari, sisinya (15 hari lagi) boleh diberikannya kepada orang lain.

3.Yang Meminjam
Hendaklah dia orang yang ahli (berhak) menerima kebajikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebajikan.

4.Barang yang dipinjam syaratnya
a.Barang yang tentu ada manfaatnya
b.Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak), oleh karenanya makanan dengan sifat untuk dimakan, tidak sah dipinjamkan
c.Lafadz: kata setengah orang, sah dengan tidak berlafadz

d.Mengambil Manfaat Barang Yang Dipinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpamanya dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia dibolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti Kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi kecuali ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.

e.Hilangnya Barang Yang Dipinjam
Kalau barang yang dipinjam hilang atau rusak sebab pemakaian yang dizinkan, yang meminjam tidak mengganti karena pinjam meminjam it berarti percaya-mempercayai, tetapi kalau sebab lain wajib menggantinya.
Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit karena dipakai yang dizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang dizinkan (kaidah: Ridho pada sesuatu, berarti ridho pula pada akibatnya).

f.Mengembalikan Yang Dipinjam
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi berhajat pada ongkos maka ongkos itu hendaknya dipikul oleh yang meminjam.
Sabda Rasulullah SAW
عن سمرة قال النبى صلى الله عليه وسلم على اليدمـا اخزت حنى يوريه (رواه الخمسة الا انسائ)
“Dari Sumura: telah bersabda Nabi besar SAW; tanggung jawab barang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu” (Riwayat Lima orang ahli Hadits selain Nasa’i)

Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam dan yang meminjamkan tidak berhalangan buat mengembalikan / minta kembali pinjaman karena ‘Ariyah adalah akad yang tidak tetap. Kecuali bila meminjam untuk pekuburan, maka tidak boleh dikembalikan sebelum hilang bekas-bekas mayat, berarti sebelum mayat hancur menjadi tanah, dia tidak boleh meminjam kembali. Atau dipinjamkan tanah untuk menanam padi, tidak boleh mengetam. Ringkasnya keduanya boleh memutuskan akad asal tidak merugikan kepada salah satu seseorang dari yang meminjam atau yang meminjamkan, Begitu juga sebab gila maka apabila mati yang meminjam, wajib atas warisnya mengembalikan barang pinjaman dan tidak halal bagi mereka memakainya, kalau mereka pakai juga, mereka wajib membayar sewanya. Kalau berselisih antara yang meminjamkan dengan yang meminjam (kata yang pertama belum dikembalikan, sedangkan yang kedua mengaku sudah mengembalikannya), hendaklah dibenarkan yang meminjamkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum kembali.
Sesudah yang meminjam mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akad, dia tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya

Sabtu, 28 Agustus 2010

Tangggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Dalam Bentuk Immateri

Setelah sang anak lahir, tumpuan kasih sayang perhatian dan tanggung jawab lainnya lebih terasa lagi. Bagi orang yang memahami ajaran agama islam dengan baik, tentu ia akan bersyukur dengan hadirnya sang anak dilingkungan keluarga, disamping itu juga ia harus memikul tanggung jawab amanat yang berupa anak yang dititipkan kepadanya.
Cinta kasih sayang orang tua tanggung jawab oarang tua terhadap anaknya, terutama ibu merupakan wujud nyata dari tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan merupakan kebutuhan pertama dan utama bagi sang anak. Rasa gembira dan cinta serta kasih sayang yang tulus terhadap anak merupakan fitrah yang dianugrahkan oleh Allah kepada setiap orang tua.
Rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya yang teralisasikan dalam bentuk perilaku dan peribadi mereka akan menjadi dasar penting bagi anak untuk memulai hidupnya dengan optimis, gembira, bergairah dan percaya pada diri sendiri.
Para ahli jiwa sebagimana yang dikutip oleh Alex Sobur (1988: 46-49), menekankan bahwa, lima tahun pertama dari kehidupan sangat menentukan perkembangan kepribadian seseorang. Pengalaman yang diterima oleh seorang anak ataupun yang tidak doperoleh dalam lima tahun pertama, ini mempunyai pengeruh yang cukup besar, yang akan menentukan akan menjadi anak atau oarang yang bagaimana ia kelak.
Mengingat begitu besarnya pengaruh kasih sayang orang tua terhadap perkembangan jiwa anak, maka orang tua di samping harus bersyukur atas kehadiran anaknya, orang tua harus memberikan kasih sayang yang ikhlas kepada anaknya. Tidak adanya kasih sayang itu merupakan faktor yang paling membahayakan kehidupan anak, pengeruh yang paling ringan dari kehilangan kasih sayang itu adalah rasa cemas dan berbagai kegoncangan jiwa. Apabila anak kehilangan haknya untuk diperhatikan, dilindungi dan disayangi, maka ia akan mengalami depresi emosional, yang akibatnya anak akan terganggu perkembangannya hingga dewasa, ia mempunyai ketahanan mental dalam menghadapi problema hidupnya.
Soelaiman Yoesoef dan Slamet Santoso (1974: 48) berpendapat, terjaminnya kehidupan emosional anak pada waktu kecil, berarti menjamin pembentukan pribadi anak selanjutnya.
Sebagai wujud cinta dan kasih sayang serta tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, maka Islam mengajarkan agar oarang tua melakukan hal-hal senagai berikut:
a. Mengadzani dan Mengiqamati Anak Yang Baru Lahir
Hikmah mengadzani dan mengiqamatikan pada telinga anak yang baru lahir menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah di dalam kitabnya, Tuhfatu ‘I-Maudud adalah, bahwa agar anak yang baru pertama kali masuk dan terdengar oleh anak adalah agar apa yang pertama-tama menembus pendengaran manusia adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan dan syahadat (persaksian) yang dengannyalah ia pertama-tama masuk Islam. Hal itu adalah merupakan talqin (pengajaran) baginya tentang syari’at Islam ketika ia memasuki dunia, sebagaimana halnya tauhid ditalqinkan kepadanya ketika ia meninggal dunia. Dan tidak mustahil bila pengaruh adzan itu akan meresap di dalam hatinya, walaupun ia tidak merasa.
Mengadzani anak yang baru lahir pada telinga kanan dan mengiqamati pada telinga yang kiri. Hal ini mengikuti sunnah Rasulallah SAW, ketika cucu beliau yaitu Hasan dan Husain dilahirkan oleh ibunya Siti Fatimah.
Abu Daud dan tirmidzi meriwayatkan dari Abu Rafi’ bahwa dia berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِى أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
Artinya:” Aku melihat Rasulullah Saw. menyuarakan adzan dari Al-Hasan bin ‘Ali, ketika Fatimah melahirkan”. (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 50)
Al-Baihaqi dan Ibnu ‘s-Sunni meriwayatkan dari Al-Hasan bin ‘Ali dari Nabi Saw., bahwa beliau bersabda:
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ فَأَذَّنَ فِى أُذُنِهِ اليُمْنَى، وَأَقَامَ فِى أُذُنِهِ اليُسْرَى، لَمْ تَضُرُّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ.
Artinya:” Barang siapa diberi anak yang baru lahir, kemudian ia menyuarakan adzan adzan pada telinga kananya dan qamat pada telinga kitinya maka anak yang baru lahir tidak akan terkena bahaya Ummu ‘shi-shibyan”. (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 57)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ يَوْمَ وُلِدَ وَأَقَامَ فِى أُذُنِهِ الْيُسْرَى.
Artinya:” Nabi Saw telah menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali (yang sebalah kanan) ketika ia dialahirakan dan menyuarakan qamat pada telinga kirinya. (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 57)
b. Mentahnikan Ketika Anak Lahir
Tahnik (menggosok langit-langit) adalah mengunyah kurma dan menggosoknya ke tempat tersebut bagi anak yang baru dilahirkan. Hal itu dilakukan dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah di atas jari dan memasukan jari itu ke dalam mulut anak, kemudian menggerak-gerakannya ke kanan dan ke kiri dengan gerakan yang lembut, sehingga merata di sekeliling anak (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 58). Hikmahnya antara lain, menurut Mahmud as-Sabagh adalah untuk menguatkan otot-otot, mulut dan lidah. Dengan mengecap makanan pertama, bayi yang baru lahir siap menyedot susu ibu dengan isapan yang kuat dan alami.
Dalam sebuah hadist disebutkan:
عَنْ اَبْنِ مُسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: وُلِدَ لِيْ غُلاَمٌ فَأَتِيْتُ النَّبِيِّ ص.م : فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيْمَ فَحَنَّكَهُ بِثَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ
Artinya:” Dari Abu Musa r.a, ia berkata : Ada seorang anak yang dilahirkan, kemudian saya hadapkan kepda Rasulallah SAW, beliau memberikan nama Ibrahim dan mentahnikanya dengan kurma, kemudian berdo’a agar ia mendapatkan berkah dan kemudian beliaumengembilakan anak itu kepad saya” (Bukhory. Tth/ : 303)

c. Memberikan Nama
Pemberian nama kepada anak yang baru lahir dianjurkan oleh Rasulallah SAW. Pemberian nama-nama yang baik yang sesuai dengan aqiqah Islam, akan besar pengaruhnya bagi penyandangnya. Seorang ayah atau ibu yang bijaksana hendaknya mereka memilih nama yang paling baik dan indah untuk anak-anaknya , sebagai pelaksanaan terhadap anjuran dan perintah Rasulallah Saw.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abi ‘d-Darda ra. Ia mengatakan bahwa Rasulallah Saw. bersabda.
إِنَكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسمَائِكُمْ وَبِأَسْمَاءِ أَبَاءِكُمْ فَأَحْسِنُوْا أَسْمَاءَكُمْ
Artinya:” Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu akan dipanggil dengan nama-nama kamu sekalian dan nama-nama bapak-bapak kamu sekalian. Oleh katena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk kamu sekalian. . (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 65)

Di dalam shahihnya, Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Ia mengatakan bahwa Rasulallah Saw. bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ أِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
Artinya:” Sesungguhnya nama-nama kamu sekalian yang paling disukai oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung adalah Abdulallah dan Abdu’r-Rahman. (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 65)
Nama-nama seperti Abdullah, Abdullah dan nama-nama para Nabi sebagaimana yang disebutkan dalam hadist diatas adalah nama-nama yang terpuji di sisi Allah SWT. Sebaliknya Rasullah SAW melarang umatnya memberikan nama seperti Aflah, Yassar dan sebagainya. Secara ringkas Ibnu Majah mengatakan:
نَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُسَمَّيَّ رَقِيْقَنَا أَرْبَعَةَ أَسْمَاءٍ: أَفْلَحَ، وَنَافِعٌ، وَرَبَّاحٌ، وَيَسَّارٌ.
Artinya:” Rasulallah Saw. melarang kita menamakan hamba kita dengan empat nama: Aflah, Nafi’, Rabbah, Yassar. . (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 68)
Abu Daud dan An-Nasai’ meriwayatkan dari Abu Wahab Al-Jasyimi ra. Ia mengatakan bahwa Rasulallah Saw. pernah bersabda:
تُسَمُّوْا بِأَسْمَاءِ الْأَمْبِيَاءِ، وَأَحَبُّ الْأَسْمَاءِ إِلَى اللهِ : عَبْدُ اللهِ، عَبْدُ الرَّحْمَنِ، وَأَسْدَقُهَا: حَارِثٌ، وَهَمَّامٌ، وَأَقْبَاحُهَا، حَرْبٌ، وَمُرَّةٌ.
Artinya:” Ambilah nama-nama kamu sekalian dari nama para Nabi. Nama-nama yang paling disukai Allah Abdu ‘I-lah dan Abdu ‘r-Rahman. Nama-nama yang paling benar adalah Harist dan Hammam. Sedangkan yang paling jelek adalah Harab (perang) dan Murrah (pahit). (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 69)

Di dalam shahihnya, Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Ia mengatakan bahwa Rasulallah Saw. bersabda:

أَغْيَظُ رَجُلٍ عَلَى اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَخْبَثَهُ: رَجُلٌ تُسَمَّى مَلِكِ الأَمْلاَكِ لاَ مَلِكِ إِلاَّ اللهِ.
Artinya:” Orang yang paling dibenci dan buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang dinamakan Malik ‘I-Amlak (raja di atas raja). Karena, tidak ada raja selain Allah. (Abdulaah Ulwan Nasih, 1993: 65)
Dan hadist yang diriwayatkan oleh Nafi’ dari Umar r.a,
وَلاَتَلْمِزُوْا أَنْفُسُكُم وَلاَتَنَبَزُوْا بِالآَلْقَابِ.........
Artinya: ...Janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk”.

Macam-Macam Metode Pengajaran

Macam-Macam Metode Pengajaran
1. Metode ceramah
Metede ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan ( Nam Sudjana, 2009: 77). Fungsinya
Untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah, kerena itu cara tersebut sering juga disebut dengan metode kuliah, sebab ada persamaan guru mengajar dengan seorang dosen/maha guru memberi kuliah kepada mahasiswa-mahasiswi. (DR. Zakiah Daradzat, dkk, 2008: 289)
Dalam bukunya”Tugas Guru, menejemen kelas, dan Metode Mengajar”, menyebtkan bahwa:
Metode ceramah adalah suatu metode yang paling tua, dan di Indonesia, pada umumnya menggunakan metode ini, karena hanya menggunakan alat persepsi visual (Penglihatan) dan auditif secara lisan, walaupun mungkin penjelasanya menunjukan berapa gambaran pada gambar-gambar, tetapi penjelasannya hanya disampaikan secara lisan (Panitia Penyelenggara Latihan Pra Jabatan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat, 1987: 12). Jadi tugas murid dalam metode ceramah ini adalah: murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan guru adalah benar, murid mengutip ikhtisar semampu murid itu sendiri dan menghapalkannya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan (DR. Zakiah Daradzat, dkk, 2008: 289)
Keuntungan dari metode ceramah ini diantaranya adalah guru dapat mengusai seluruh kelas, (Panitia Penyelenggara Latihan Pra Jabatan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat, 1987: 12) maksudnya perhatian murid-murid tertuju kepada seorang guru, dalam metode ini gurulah yang mengusai, mengendalikan dari kegaduhan murid-murid mengajar, sedangkan kelemah dari metode ceramah adalah: Guru tidak dapat mengukur pengertian siswa dan siswadapat salah interpretasi penjelasan guru (Panitia Penyelenggara Latihan Pra Jabatan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat, 1987: 12) maksudnya adalah bahwa guru tidak mengetahui mana murid yang sudah paham terhadap pelajaran yang disampaikan dan mana murid yang belum paham terhadap pelajaran yang telah disampaikan. Dan begitu juga siswa dapat salah penafsiran atau penjelasan (interpretasi) terhadap pelajaran yang telah disampaikan oleh seorang guru dikarenakan terlalu cepatnya penyampaian materi pelajaran.
Menurut DR. Zakiah Daradzat, dkk, dalam bukunya:” Metodologi Khusus Pengajaran Islam”, dikatakan bahwa kelamahan dari metode ceramah ini adalah guru lebih aktif sedangkan murid pasip saja, akibatnya ada unsur paksaan yaitu murid diharuskan mengikuti apa kemauan guru, meskipun ada murid yang kritis, namun samua jalan pikiran guru, dianggap benar oleh murid. Dan metode ceramah ini tidak baik dilaksanakan 100% untuk Sekolah Dasar karena segala sesuatu akan ditelannya tanpa kritik bahwa mungkin muridnya sama sekali tidak mengerti apa yang diceramahkan gurunya.
Jadi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam metode ceramah dapat diatasi dibantu oleh metode-metode liain, misalnya: tanya jawab, tugas, latihan, dan lain-lain (Nana Sudjana, 2009: 78) dan metode ceramah ini wajar digunakan atau perlu apabila ingin mengajarkan topik baru, bahan pelajaran, tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa, dan menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak (Nana Sudjana, 2009: 28)
2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajr yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa (Nana Sudjana, 2009: 307) dalam metode ini dapat membantu kekurangan-kekurangna yang terdapat pada metode ceramah. (Zakiyah Daradzat, dkk, 2008: 307). Apapun kebaikan dari metode tanya jawab ini adalah sebagai berikut:
• Mendapat sambutan yang lebih aktif
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya
• Dan mengemukakan pendapatnya
Guru dapat mengetahui perbedaan pendapat antara para siswa, perbedaan pendapat antara guru dan para siswa, harus diingat jangan dibawa ke arah diskusi (Panitia Penyelenggara Latihan Pra Jabatan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat, 1987: 13)
Sedangkan kelemahannya diantaranya adalah dapat menibulkan penyimapangan dari pokok masalah yang hendak dicapai dan mungkin akan timbul masalah baru. (Panitia Penyelenggara Latihan Pra Jabatan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat, 1987: 13)
Jadi metode tanya jawab biasanya dipergunakan untuk mengulang bahan pelajaran, membangkitkan minat belajar, siswa yang jumlahnya sedikit dan selingan ceramah. (Nana Sudjana, 2009: 79)
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah tukar menukar informasi, pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama (Nan Sudjana, 2009: 29). Oleh karena itu, diskusi bukan debat karena debat adalah perang mulut, beradu paham dan lain-lain.
Metode diskusi erat kaitannya dengan metode lainnya, misalnya metode ceramah karyawisat, dan lain-lain karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam memcahkan suatu masalah (problem sulving) (Zakiah Daradzat, dkk, 2008: 292)
Adapun kebaikan diskusi berfungsi untuk merangsang murid-murid berfikir dan mengeluaran pendapatnya sendiri, serta ikut menymbangkan pikiran dalam masalah bersama, dan untuk mengambil satu jawaban aktual atau satu rangkaian jawaban yang didasarkan atas pertimbangan yang seksama (Zakiah Daradzat, dkk, 2008: 293)
Oleh karena itu diskusi harus dilakukan dengan baik dan objektif serta diskusi digunakan untuk membahas masalah yang aktual yang berhubungan dengan pelajaran.
4. Metode Tugas Pelajaran dan Resitasi
Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar-mengar bielaman guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjkannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru. ( DR. Zakiyah Daradzat, 1994: 837) mempertanggung jawabkan tugas inilah yang disebut resitasi (Nana Sudjana, 2009: 82) dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan bahwa Resitasi adalah hapalan yang diucapkan oleh murid-murid di dalam kelas (Tim Redaksi KBBI Edisi kedua, 1994: 837).

Minggu, 13 Juni 2010

DESKRIPSI ILMU TAUHID

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama yang diridhoi oleh Allah SWT, sebagaimana Firmannya dalam al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 :
            
Artinya:’dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Dalam islam ada tiga serangkaian ilmu yang wajib dilpelajari yaitu ilm taauhid ilmu piqih dan akhlak (tasauf) oleh karena itu, pada kesemptan ini insya Allah penulis akan menguraikan sedikit tentang ilmu tauhid dengan mengacu pada perumusan masalah. Semoga bermanfaat
B. Rumusan Masalah
agar uraian ini terarah maka diperlukan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksdu dengan ilmu tauhid
2. Apa saja yang dibahas dalam ilmu tauhid
3. Bagaimana hukumnya memperlajari ilmu tauhid
4. Bagaimana hubungannya ilmu tauhid dengan ilmu-ilmu yang lain
5. Mengapa kita harus mempelajari ilmu tauhid
C. Tujuan Penulisan
Untuk lebih memahami sedikit uraian tentang ilmu tauhid dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas studi kepesantrenan
BAB II
PEMBAHASAN
MABADI ILMU TAUHID (POKOK-POKOK PEMBAHASAN ILMU TAUHID)

1. Definisi Ilmu tauhid
a. Secara etimologi ilmu tauhid adalah:
اَلعِلْمُ بِاَنَّ شَيْئَا وَاحِدٌ
Artinya : Mengetahui bahwa sesuatu itu adalah satu
b. Secara termologi adalah:
اِفْرَادُ المَعْبُدِ بِالعِبَادَةِ مَعَ اِعْتِقَادِ وَحْدَتِهِ ذَاتِهِ وَصِفَةً وَفِعْلاً
Artinya: Mengesakan sesuatu yang disembah dengan jalan beribadah disertai akidah bahwa yang disembah itu dalah Esa dalam Dzatnya, sifatnya dan perbuatannya.
Keterangan lain mengatakan bahwa Ilmu Tauhid itu adalah:
عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ اِثْبَاتِ العَقَائِدِ الدِيْنِيَةِ المُكْتَسَبِ مِنْ اَدِلَّتِهَا اليَقِيْنِيَّةِ
Artinya: “Suatu ilmu yang didalamnya dibahas tentang akidah-akidah keagamaan, yang dipeoleh dari dalil-dalilnya yang yakin”.
Dan Ilmu Tauhid menurut Para Ulama terkemuka diantaranya adalah:
Ilmu kalam menurut Musthafa Abdul Raziq :
Yang artinya :” Ilmu kalam yang berkaitan dengan akiah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumsntasi nasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami ini bertolak aras bantuan nalar”.
Ilmu kalam menurut Al- Farabi:
Ilmu Klam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dab sipat Allah beserta exsistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia samapai masala sesudah mati yang berlandasan dokrin islam. Strenssing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosopis.
Ilmu Kalam Menuru Ibnu Kholdun:
Ilmu Klam adalah ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.

2. Muadlu Ilmu Tauhid = مَوْضُ عِلْمَ التَّوْحِيْدِ
Yang dimaksud di dalam ilmu tauhid ada empat
1. Dzat Allah = ذات الله
2. Dzat Rasul =ذات الرسول
3. Hal-hal yang mungkin (ممكن الوجود) yang dijadikan dalil tentang adanya Allah
4. الممكنات= hal-hal yang mungkin adanya yang wajib diyakini adanya
3. Buah ilmu tauhid
1. Ma’rifat (mengenal) Dzat Allah, sifat Allah, dan perbuatannya, dan mengenal sifat-sifat Rasul dengan dalil-dalil yang qath’i
2. Memperoleh kebahagian di akhirat
4. Fadilah/Keutamaan Ilmu Tauhid
Dengan ma’rifat kepada Allah, atau dengan ilmu tauhid kita akan mendapat predikat (orang-orang yang taqwa). Sebagaimana firman Allah:
5. Nisbat Ilmu Tauhid (Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu-ilmu yang lain)
Ilmu tauhid merupakan dasar pokok batang pohon, sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya merupakan dahan atau rantingnya.
6. Wadl’I Ilmu Tauhid (peletakan batu pertama dalam ilmu Tauhid)
الواضع= Penyusun pertama secara sistematis ilmu Tauhid adalah
a. Syekh Abu Hasan al-Asya’ri Cs.
b. Syekh Abdul Mansur al-Maturidi Cs.
7. Isim (nama-nama bagi Ilmu Tauhid) ada delapan
1. Ilmu Tauhid
2. Ilmu Ako’id
3. Ilmu Kalam
4. Ilmu Ushuluddin
5. Ilmu Ako’idul Iman
6. Ilmu Ma’rifat
7. Ilmu Hakikat
8. Ilmu Uluhiyah
8. Istimdad Ilmu Tauhid
Sumber kajian Ilmu Tiuhid ada dua:
1. Dalil Nakly atau dalil al-Quran:
- Qs. Al-Ikhlas ayat 3-4 ayat ini menunjukan bahwa yuhan tidak beranak dan tidak diperanakan, dan serta tidak ada sesuatupun didunia ini yang tanpak sekutu dengnya.
- Qs. Asy-Syura ayat 7 ayat ini menunjukan bahwa tuhan tidak menterupai apapun didunia ini
- Qs Al-Furqon ayat 59, Qs. Al-Fath ayat 10, Qs. At-Thoha ayat 39, Qs. Ar-Rahman ayat 27, Qs. An-Nisa ayat 125.
Dan Hadist
Adapun beberapa Hadist yang kemudian dipahami sebagian Ulama sebagai Prediksi nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam diantaranya dalah:
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dia emngatakan bahwa Rasulallah bersabda. “ Orang-orang yahudi akan terpecah belah menjadi 73 golongan; dan umatku akan terpecah menjdi 73.”
2. dalil ‘akly (dalil berdasarkan akal)
Pemikiran manusia dalam hal ini baik berupa pemikiran umat islam sendiri atau pemikiran luar umat islam. Sebelum filsapat yunani masuk dan berkembang didunia islam, umat islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran, terutama yang belumjelas maksudnya (al-Muatsyabihat). Keharusan untuk menggunakan rasio ternyata mendapat bijakan dari beberpa ayat Al-Quran diantaranya Qs. Muhammad ayat 24:

       
Artinya;” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?.”
Dan (Qs. Qaf ayat 6-7)
       •                 
Artinya:” Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.”
9. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid
Hukum mempelahri Ilmu Tauhid adalah fardlu’ain
فرض عين= fardlu’ain bagi setiap manusia yang baligh dan berakal.
10. مسائل= Masalah Ilmu Tauhid
1. Definisi Hukum
2. Definisi Hukum akal
3. Definisi Hukum Syara’
4. Definisi Hukum Adat dan Definisi Adat
5. Definisi Wajib, Mustahil dan Jaid bagi Allah
6. Definisi Wajib, Musthil dan Jaiz bagi Allah
7. Definisi yanng wajib di i’tiqadkan adanya
(dikutip dari Ilmu tauhid. Hal16-18. Solihin.)





















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi Ilmu Tauhid adalah Suatu ilmu yang didalamnya dibahas tentang akidah-akidah keagamaan, yang dipeoleh dari dalil-dalilnya yang yakin”. Maka oleh karen itu orang yang berakal yang bermasud mengkajinya harus terlabih dahulu mempelajari MABADI ILMU TAUHID (POKOK-POKOK PEMBAHASAN ILMU TAUHID) .
Dan hukum mempelajari Ilmu Tauhid adalah pardu A’in bagi setiap yang berakal, balig dan Islam.
Orang Islam harus mempelajari Ilmu Tauhid supaya tidak tersesat dalam masalah akidahnya.
B. Saran dan Kritik
Akhir kata dari penulis, sudilah kiranya mengoreksi dan menelaah isi daripada makalah ini, karena penulis menyadari dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan penulis, mungkin bahkan dipastikan masih banyak kekurangan dan kesalahan.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Quran Nul Karim dan Terjenmaahannya. Sahabat Ilmu. Surabaya. 2001
Solihin. Ilmu Tauhid. Ponpes Riayadlu As-Shalihin.
Rozak Abdul. Ilmu Kalam, Pustaka Setia. Bandung. 2006

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya milik Allah Swt, oleh karena penulis panjatkan kepada-Nya rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun. Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Nabi akhir zaman, Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah STADI KEPESANTRENAN, dengan mengambil judul “DESKRIPSI ILMU TAUHID”. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, maka selayaknya penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasinya dalam penyusunan Makalah ini.
Namun sebagai manusia biasa yang serba kekurangan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini dan makalah-makalah yang akan datang.



Cipasung, 05 Juni 2010


Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
1. Definisi Ilmu Tauhid 2
2. Maudlu Ilmu Tauhid 3
3. Buah Ilmu Tauhid 3
4. Fadilah/Keutamaan Ilmu Tauhid 3
5. Nisbat Ilmu Tauhid 4
6. Wadl’i Ilmu Tauhid 4
7. Isim Ilmu Tauhid 4
8. Istimdad Ilmu Tauhid 4
9. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid 6
10. Masalah Ilmu Tauhid 6
BAB III PENUTUP 8
Kesimpulan dan saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9

RIWAYAT HIDUP AL-GHAZALI

RIWAYAT HIDUP AL-GHAZALI
Nama lengkap Abu Hamid bin Muhamad Muhammad al-Gzazali yang dilahirkan pada tahun 450 H / 1058 M di suatu kampung bernama Ghazali, Thunesia, sebuah kota di Khurasan, Persia. Ia keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwan. Ayahnya seorang yang jujur, hidup dengan usaha mandiri, bertenun kain bulu (wol) dan sekaligus sebagai pedagang hasil tenunnya, dan ia seringkali mengunjungi rumah alim ulama, menunutut ilmu dan berbuat terhadap mereka. (Abidin : 1995: 12)
Ayah Al-Ghazali adalah seorang sufi yang saleh dan meninggal dunia ketika Al-Ghazali beserta saudaranya masih kecil (A. Hanafi: 1976: 197). Walaupun ayahnya seorang buta hurup dan miskin, beliau memperhatikan pendidikan anaknya. Sesaat sebelum meninggal, ia berwasiat kepada seorang sahabat yang sufi supaya memberikan pendidikan kepada kedua anaknya Ahmad dan Al-Ghazali (Abidin : 1998 : 10). Ia berpesan kepada setinya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya sekalipun menghabiskan warisannya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah A-Ghazali dengan mendidik dan menyekolahkan mereka. Setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis. Mereka dinasihati agar meneruskan menuntut ilmu semampunya (Fathiyah, 1993: 13)
Sejak masa kecilnya, Al-Ghazali memang sangat gemar dan pecinta ilmu pengetahuan, tabiatnya senang mencari hakikat, betapapun kesulitan yang dialaminya, bagaimanapun hambatannya yang merintangi dan kesusahan yang dirasakannya, semangat tidak pernah kendor untuk mencari pengetahuan (Fathiyah, 1993: 9).
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Khus, ia mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Razhiani dan mempelajari ilmu Tasauf kepada Yusup An-nasay samapai pada usia 20 tahun. Kemudian Al-ghazali pergi ke Juzan dan menjadi santri pada Abu Nashar Al-Ismail dan setelah itu ia kembali ke Thus.
Ada riwayat menyebutkan bahwa di dalam perjalanannya kembali ke Thus ini, ia bersama temannya dihadang perampok, barang kebutuhannya yang mereka bawa diramapas semuanya, koper besar berisi buku-buku kebanggaan milik Al-Ghazali yang berisi hikamah dan ma’rifat juga mereka ambil. Al-Ghazali minta kepada perampok itu agar mengambil catatannya yang sangat bernilai, tetapi malah ditertawakan dan diejek oleh kepala perampok itu, ia menghina al-Ghazali yang ilmunya hanya tergantung kepada beberapa helai kertas saja. Akhirnya perampok itu merasa kasihan terhadapnya sehingga buku-bukunya mereka kemablikan. Tanggapan Al-Ghazali terhadap kejadian itu positif, ejekan itu ia untuk mencabut dirinya dan menajamkan ingatanya dengan menghapal semua catatan kuliahnya selama tiga tahun. Peristiwa itu telah mendorong kemajuannya dalam pendidikan (Fathiyah, 1993: 10). Beliau menjadi rajin mempelajari kitabnya. Memahami ilmu-ilmu yang terkandung didalamnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selalu menaruh kitab-kitabnya disuatu tempat khusus dan aman.
Setelah menamatkan studi di Thus dan Juzan, Al-Ghazali melanjutkan dan meningkatkan pendidikannya di Naisabur dan ia bermukim disana selama 6 tahun. Tidak berapa lama mulailah ia mengaji kepada salah seorang pemuka agama, yaitu Al-Juwainy yang terkenal dengan Imamul Haromai. Kepadanya Al-Ghazali belajar ilmu kalam, ilmu ushul, Madhab fiqih, Retorika, Logika dan filsafat (Abidin, 1998:11).
Dari hasilnya belajar kepada Al-Juwainy, seorang ahli fiqih Syafi’iyah waktu itu, maka berkat ketekunan dan kerajinan yang luar biasa dan kecerdasannya yang tinggi, dalam waktu yang tidak lama, Al-Ghazali menjadi seorang ulama besar yang ahli dalam ilmu fiqih atau imam dalam Mazhab Syafi’iyah dan seorang ahlusunah asy’ariyah. Dia dikagumi oleh gurunya Al-Zuwainy sempat memberikan predikat kepada beliau sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan laut dalam dan menenggelamkan (Bahrun Muhkriq). Ketika gurunya meninggal dunia, Al-Ghazali meninggalkan Naisabur dan menuju istana Nidham Al-Mulk, yang menjadi seorang peradana menter sultan Bani saljuk (Fathiyah, 1993: 14).
Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi ilmiah bersama sekelompok ulama para intelektual di hadapan Nidham Al-Mulk, membawa kemenangan baginya berkat penguasaan hikmah, wawasan ilmu yang luas, kelancaran bahasa dan kekuatan argumen-argumennya, kemudian oleh Nidham Al-Mulk beliau diangkat sebagaia guru besar di universitas Nidhamiyah yang didirikannya di baghdad (Fathiyah, 1993:10), sejak itulah Al-Ghazali tersohor keamana-nama. Dia diberi gelar “Futuhal iraq”, tokoh ulama iraq (Busyairi Madjidi, 1998: 80). Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 H/1091 M.
Para mahasiswa dan serjana yang tidak kurang jumlahnya dari 300-500 orang sering kali terpaku pada kuliah-kuliah yang disampaikannya. Bahkan para ulama dan masyarakat pun mengikuti perkembangan pikiran dan pandanganya sehingga tidak heran jika ia menjadi sangat masyhur dan populer dalam waktu yang relatif singkat.
Selama di Bagdad, selain mengajar, beliau banyak menulis buku yang meliputi beberpa bidang seperti fiqih, ilmu kalam, dan buku sanggahan terhadap aliran-aliran kebatinan Is’illiyah, golongan filsasafat, dan lain-lain (Abidin, 1998: 12).
Menurut Fathiyah Sulaiman (1993: 12), selama bertugas sebagai guru, pada sekolah itu, beliau juga berhasil menyusun sejumlah besar karya tulis, seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, tetapi aktivitasnya menyusun buku tersebut, tidak mengganggu kegiatan berpikir dan merenung, mencari hakikat kebenaran, meragukan tradisi-tradisi warisan yang tak terpikirkan oleh orang laintentang benar tidaknya, atau tidak terpikirkn oleh orang untuk orang lain untuk meneliti sumbernya. Selama bertugas sebagai guru di sekolah Nidham al-Mulk itu, ia pelajari pula beberapa cabang ilmu filsafat, seperti Yunani. Ia pelajari berbagai aliran agama yang berbeda yang tersebar luas waktu itu. Semua itu ia alami dengan harapan akan dapat membantunya untuk menuju ma’rifat yang hakiki yang diembannya.
Sebenarnya Al-Ghazali telah menelaah seluruh faham, aliran dan ajaran-ajaran firqah, dan filsfat, tetapi kesemuanya itu tidak ada yang memberi kepuasan pada bathiniyah dan menumbuhkan pergolakan dalam otaknya sendiri, sehingga ia ragu pada kemampuan akal untuk mendekatan diri kepada Allah, apalagi untuk mengetahui hakikatnya (Zainudin, 1991:9).
Setalah 4 tahun Al-Ghazali menjadi rektor di Universitas di Nidhamiyah, akan ke mekah melaksanakan ibadah haji, dan agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya dan terhindar dari tuduhan bahwa kepergiannya untuk menvari pangkat yang lebih tinggi Syam, maka ia meninggalkan Bagdad menuju Syam. Dan memulai Al-Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang tempuh.
Selama hampir 12 tahun Al-Ghazali menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengenadalikan gejolak hawa nafsunya. Ia menghabiskan waktunya untuk bershalawat, ibadah dan I’tikaf di Jamy di Damskus, kemudian pindah k Biitul Maqdis untuk melanjutkan taqarrubnya kepada Allah. Dari sisnilah A l-Ghazali tergerak hatinya untuk pergi ke mekah, madinah, memenuhi panggilan Allah untuk melaksanakan ibadah haji.

Sabtu, 12 Juni 2010

Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, bukan masa transisi yang selama ini digaungkan. Karena mereka dicap tengah mengalami kegamangan, akibatnya, sebagian remaja yang sewaktu kanak-kanak telah dididik dengan baik oleh orangtuanya merasa perlu mencari identitas baru, identitas yang berbeda dari yang mereka miliki sebelumnya. Apa akibatnya ? Ada remaja kita yang terjebak dalam arus coba-coba. beberapa remaja putri mencoba berbagai dandanan, make up dan aksesoris yang menyeret mereka pada perilaku konsumtif dan kecenderungan tabarruj, sementara yang putra mulai membolos sekolah dan merokok. Beberapa mencandu narkoba dan bergaul terlalu bebas.
Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan fisik, kognitif (pemikiran) dan psikososial (emosi dan kepribadian) remaja berbeda dengan keadaan pada tahap perkembangan lain. Karena sudah baligh, mereka menanggung kewajiban beribadah wajib. Kewajiban menunaikan ibadah wajib ini ditunjang oleh perubahan raga yang makin menguat dan membesar, sekresi hormon baru, dan perubahan taraf berfikir mereka. Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya.
Secara fisik, remaja mampu melaksanakan puasa dan shalat, maupun perjalanan haji, walaupun umumnya mereka belum memiliki kemandirian untuk membayar sendiri zakatnya. Secara kognitif, remaja mampu memaknai makna yang mendalam dari dua kalimat syahadat. Remaja makin mampu menangkap dan memahami konsep-konsep abstrak yang sebelumnya hanya mereka pahami sebagai pengetahuan satu arah. Mereka mampu memaknai ayat dan hadits-hadits yang mereka pelajari sewaktu kecil, dan mampu menangkap fenomena alam sebagai bukti dari keberadaan 4JJ1.
Proses ini bila tidak ditunjang dengan tuntunan dan bimbingan yang tepat, dapat membuat pencarian mereka atas nilai dan tujuan hidup mereka tidak terpenuhi, atau didapat dari sumber lain yang telah terkorosi oleh hawa nafsu manusia dan disesatkan oleh syaithan. Na’udzubillahi min dzalik.
Bagaimana pementor dapat membantu remaja yang dibinanya ?
Pertama, mereka harus diingatkan pada fitrah keislamannya. Tingkatkan keimanan mereka, Buat mereka nyaman berIslam, bersentuhan langsung dengan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Islam dan buat mereka patuh akan kewajiban sebagai seorang muslim dengan cara-cara yang baik.
Kedua, bantu remaja untuk mengerti perubahan-perubahan yang dialaminya. Hormon-hormon baru yang mereka miliki menghasilkan dorongan-dorongan fisik yang harus mereka kelola. Mentor dapat membantu mereka untuk menumbuhkan kendali diri (self control) yang Islami. Ajarkan bahwa wudhu dapat menurunkan kemarahan dan meredam emosi, shalat bisa mencegah mereka dari perbuatan keji, dan puasa dapat mematangkan emosi dan menumbuhkan kemandirian mereka. Tumbuhkan Izzah (kebanggaan) mereka sebagai muslim. Dorong mereka untuk menjaga kesehatan, mengapai prestasi, sehingga mereka mampu menjadi qudwah di lingkungannya.
Ketiga, dekatkan mereka pada Al Qur’an. Buat mereka suka berinteraksi dengan Al Qur’an dan terbiasa. Kedekatan remaja dengan Al Qur’an akan menjaga mereka dari pengaruh buruk.
Keempat, tumbuhkan Muraqabah mereka pada 4JJ1. Ingatkan mereka untuk takut pada 4JJ1 dan pengawasannya yang tak pernah henti, tanamkan rasa malu dan ajarkan tentang akhlak tehadap diri sendiri. Mentor dapat lebih membantu dengan memberikan contoh-contoh perilaku yang terpuji yang bisa mereka ikuti
Membahas tentang remaja tidak ada habis -habisnya. Membina remaja tidak ada henti-hentinya. Kita mengharapkan 4JJ1 dapat melapangkan dada-dada mereka untuk mau menerima hidayah yang datang melalui lisan kita, memudahkan usaha kita, mengeratkan hati kita dan mereka, dan semoga, walaupun mungkin lama, 4JJ1 menggabungkan kita dan mereka dalam barisan pengemban risalahNya. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin.

Senin, 07 Juni 2010

IstilahEtika filsapat moral

Tentang Istilah

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika.

Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.

Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah.

Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).

Macam-macam etika

a. Etika deskriptif

Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.

b. Etika normatif

Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.

c. Metaetika

Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.

Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).

Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol. Pertama, pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi komunikasi. Bagaimana seseorang dari suatu kebudayaan harus berperilaku dalam kebudayaan lain. ini menyangkut lingkup pribadi. Kedua, masalah etis baru yang dulu tidak terduga, terutama yang dibangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya dengan dideklarasikannya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948.

Moral dan Hukum

Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapat pepatah quid leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan masyarakat.

Sedikitnya ada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastian lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlu banyak diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga aspek batiniah. Ketiga, sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan moral sanksinya lebih bersifat ke dalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang, biarpun perbuatan itu tidak diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatan tidak baik itu diketahui umum, sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat, hukum dapat diputuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukan sebaliknya.

Kamis, 03 Juni 2010

sabar

sabar adalah suatu amalan hati dalam menghadapi setiap problem kehidupan
contoh sabar dalam menghadapi ujian tuhan

Rabu, 02 Juni 2010

tentang Manusia

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan machluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dllnya. Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Mau kemana nantinya? Dan yang paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan didunia ini supaya selamat didunia dan achkirat nanti?

Sebenarnya manusia itu terdiri atas 3 unsur yaitu:

1. Jasmani.
Terdiri dari Air, Kapur, Angin, Api dan Tanah.
2. Ruh.
Terbuat dari cahaya (NUR). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
3. Jiwa. (An Nafsun/rasa dan perasaan).
Terdiri atas 3 unsur:
* Syahwat/Lawwamah (darah hitam), dipengaruhi sifat Jin, sifatnya adalah: Rakus, pemalas, Serakah, dll (kebendaan/materialis)-menjadi beban masyarakat.
* Ghodob/Ammarah ( Darah merah ), dipengaruhi oleh sifat Iblis, Sifatnya adalah: Sombong, Merusak, Angkara murka dll (Menentang)-Menjadi pengacau masyarakat.
* Natiqoh/Muthmainah (darah Putih), Dipengarui sifat malaikat, Sifatnya adalah: Bijaksana, Tenang, Berbudi luhur, Berachlak Tinggi dan Mulia- Menciptakan kedamaian dan kasih sayang.

Alat dari pada Jiwa yaitu otak, yang terdiri atas 3 bagian juga:

1. Akal (timbangan) haq atau bathil
2. Pikir (hitungan) Untung rugi
3. Zikir (ingatan) Ingat Allah

Jadi kalau diibaratkan mobil maka jasmani ini adalah Body daripada mobil sedangkan Ruh sebagai Accu yang sifatnya hanyalah sebagai yang menghidupkan saja dan Jiwa adalah sopir atau yang mengendalikan dari pada mobilnya dimana dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan dari pada mobil itu sendiri. Jadi Disini jelaslah bahwa yang dikatakan manusia itu adalah Jiwanya dimana dialah yang bertanggung jawab atas perbuatanya.
Machluk machluk yang diciptakan Allah ( dimana ada yang menjadi musuh atau lawan manusia yaitu Iblis dan Jin kafir.)

Ada 6 machluk yaitu:

1. Malaikat, Dari Nur (cahaya) menerangi/mengawasi manusia.
2. Iblis, Dari Nar (Api), sifatnya merusak, merupakan musuh manusia.
3. Jin, Dari asap yang beracun, sifatnya memabukan, merupakan penggoda dan juga membantu manusia.
4. Tumbuhan, Hanya mempunyai naluri, berfaedah, untuk kebutuhan manusia.
5. Hewan, Syahwat dan ghodob, berfaedah untuk kepentingan manusia.
6. Manusia, Sebagai pengatur alam, pengurus dunia(khalifah rachmatan lil alamin).

Corak corak Manusia:

* Mu'min
* Kafir
* Munafi

Perjalanan Kehidupan Manusia:

1. Alam Arwah/Ruh, Masih didalam alam suci/taqdir ketentuan
2. Alam Rahim, Didalam Kandungan Ibu/Qadarditentukan
3. Alam Dunia/Alam Qodho, Penyelesaian/Untuk sementara
4. Alam Kubur/Alam Barzah, Dalam tahanan alam Kubur/prefentif
5. Alam Mizan, Timbangan Alam dibangkitkanya kembali Manusia
6. Yaumil Ma'lum ( Hari Pengumuman/Keputusan), Sorga bagi yang beramal baik; Neraka bagi yang beramal buruk

perjuangan mencapai suskses

kalau ingin sukses maka harus harus berjuangan dengan baik oleh karen itu maka harus ada pengobanan, maka insya Allah akan berhasilk apa y7ang dicitakan, banyak orang yang yang suskses karena pengorbanannya begitu keras dan berjiawa besar dalam menghadapi permasalahan.
kunci untuk sukses adalah
1. sabar dalam menghadapi pekerjaan dan menghadapi rintangan
2. istiqomah dalam menghadapi berbagai hambatan
3. Berjiwa besar dalam berjuang dan jangan banyak pikiran yang tidak-tidak harus selalu pokus dalam satu pekerejkaan
Bersambung........................................

sejarah islam yang dibawa oleh para wali

Di paruh awal abad ke 16, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tenteram dan damai dalam ayoman Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya, setelah mengakhiri masa Syiwa-Budha serta animisme. Mereka pun memiliki kepastian hidup, bukan karena wibawa dan perbawa Sang Sultan. Kepastian hidup ada karena disangga daulat hukum. Dan kepastian daulat hukum Kesultanan Demak Bintoro kala itu, berpijak pada syariah Islam.

“Salokantara” dan “Jugul Muda”. Itulah dua kitab Undang-undang Demak yang menurut budayawan WS Rendra dalam sebuah orasi budaya “Megatruh”, punya landasan syariah Islam. Di hadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Rakyat bukanlah abdi atau kawula sebagaimana di masa berikutnya, rezim Mataram. Sejak abad ke-17, rakyat kembali menjadi abdi, sebab kekuasaan begitu sentralistik. Malah, para raja rela ber-sembah sungkem kepada penjajah londo. Dan, syariat Islam pun hanya dijalankan setengah-setengah hingga kini, ketika para “penguasa” Jawa memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sayang memang, Demak hanya bertahan sampai umur 65 tahun. Keberadaannya sebagai kerajaan dengan dasar Islam telah tercatat dalam sejarah. Dipegang-teguhnya syariat Islam sebagai pedoman hidup seluruh isi negeri Demak tak lepas dari perjuangan para ulama. Bahkan, dalam pengelolaan kesultanan, para ulama itu berperan sebagai tim kabinet (kayanakan) sultan. Para ulama itulah yang tiga abad kemudian dikenal dengan sebutan Walisanga, wali sembilan.

Nama Walisanga begitu dekat dengan umat Islam, khususnya di Jawa. Ia menjelma dalam hikayat di alam pikiran orang kebanyakan. Berbagai karya dalam bentuk tulisan, gambar, bahkan film berusaha menghidupkannya kembali. Tak ayal lagi, anak sekolah dasar pun begitu hapal sembilan tokoh dan kisah Walisanga. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim (1), Sunan Ampel (2), Sunan Giri (3), Sunan Bonang (4), Sunan Kalijaga (5), Sunan Gunung Jati (6), Sunan Kudus (7), Sunan Muria (8) serta Sunan Derajat (9). Akan tetapi, menurut Kitab Walisana karya Sunan Giri II (Anak Sunan Giri), jumlah mereka bukan sembilan orang, tapi delapan orang. Sumber kuno tersebut memuat ihwal kehidupan para ulama penyebar Islam di Jawa dan kiprah dakwahnya. Nama Walisana yang menjadi nama judul kitab tersebut tidak mengacu bilangan sembilan. Dikatakan juga, selain delapan wali tersebut terdapat ribuan wali lainnya.

Walisanga ditulis dalam Serat Walisanga karya pujangga Mataram RM Ng Ranggawarsita pada abad 19 sebagai walisanga, wali sembilan. Kemudian muncul pelurusan, atau lebih tepatnya penafsiran ulang. Sebagian berpendapat, kata sanga (baca: songo) merupakan perubahan dari kata tsana (mulia, Arab). Maka, walisana berarti wali-wali mulia atau terpuji. Yang lainnya melihat kata sana diambil dari bahasa Jawa kuno yang berarti tempat. Karenanya, walisana berarti wali atau kepala suatu tempat atau daerah. Namun kebanyakan pakar sepakat, bahwa Walisanga merupakan kumpulan ulama dengan dakwah yang bertujuan menegakkan agama Allah.

Walisanga dalam berbagai tulisan acapkali diidentikan sebagai para sufi pengembang ajaran tasawuf semata. Bahkan, babad-babad yang lahir di masa Mataram banyak melukiskan Walisanga adalah para tokoh keramat dan digdaya. Hingga wafat sekalipun, mereka tetap menjadi sumber berkah. Namun, jika menengok karya-karya, ajaran, dan kinerja dakwahnya, kumpulan wali (selanjutnya disebut ulama) itu menebarkan syariat Islam dalam berbagai segi kehidupan. Kesultanan Islam Demak Bintoro beserta perangkat konstitusinya bisa dikatakan sebagai puncak karya dan pengabdian mereka. Semua itu hasil perjuangan berpuluh-puluh tahun para ulama dalam mendakwahkan syariat Islam di wilayah kerajaan Majapahit yang sudah rapuh.

Isyarat kuat bahwa mereka penyebar syariat bisa ditengok dari Primbon karya Sunan Bonang. Ajaran Bonang bisa mewakili watak dakwah Walisanga. Dari kitab itu bisa ditetapkan, Walisanga termasuk dalam aliran Ahlus Sunnah yang tegas dan konsekuen menentang bid’ah dan dhalalah (sesat). Ajaran Bonang menolak konsep emanasi, panteisme atau wihdatul wujud yang berintikan kesatuan Khalik dan hambanya. Mereka juga penganut tasawuf sunni-nya al-Ghazali dan Abu Syalimi, yang menyelaraskan fiqh syara’ dengan tasawuf. Alasan mereka, kalau orang belajar tasawuf tanpa dimulai dari fiqh, besar kemungkinan ia akan menjadi zindiq (inkar), mendekati Allah dengan meninggalkan syariat. Al-Ghazali dengan Ihya Ulumudin-nya memang menjadi acuan pengembangan tasawuf di masa itu. Adapun tasawuf ekstrem di masa Walisanga tak mendapat tempat. Terlepas dari kebenaran sejarah, Walisanga telah membuktikan komitmennya pada tauhid dan syariah Islam dengan kisah diqishasnya Syekh Siti Jenar. Ia dihukum karena dianggap telah mengembangkan ajaran manunggaling kawula-gusti (wihdatul wujud) yang meresahkan masyarakat di saat para ulama mempersiapkan berdirinya Kesultanan Demak. Para wali menghukumnya setelah melalui musyawarah dan memiliki lembaga pengadilan.

Dalam mempersiapkan lembaga-lembaga negara, para ulama melakukan pembagian tugas. Masing-masing ulama bertugas merumuskan aturan penyelenggaraan negara sesuai syariat Islam. Sunan Ampel dan Sunan Giri didukung lembaga penyokongnya menyiapkan aturan soal perdata, adat-istiadat, pernikahan dan muamalah lainnya. Dibantu pemuda Ja’far Shodiq (Sunan Kudus), mereka menyiapkan aturan jinayat dan siyasah (kriminal dan politik). Di dalamnya terkandung hukum untuk imamah, qishas, ta’dzir termasuk perkara zina dan aniaya, jihad, perburuhan, perbudakan, makanan sampai masalah bid’ah.

Jauh sebelum Kesultanan Demak betul-betul siap didirikan, para ulama telah mempersiapkan masyarakat dengan dakwah. Tidak saja mumpuni dalam berdakwah, Walisanga menunjukkan keahlian politik, sosial dan budaya yang baik. Jika dikilas balik, berikut gambaran sepak terjang Walisanga yang terkait erat dengan dinamika Kerajaan Majapahit.

Sekitar 1445 M, Raden Rahmatullah atau sunan Ampel dari Campa bersama dua saudaranya, Ali Murtadlo dan Abu Hurairah datang ke Jawa. Raja Majapahit, Sri Kertawijaya dan istrinya, Dwarawati yang juga bibi Rahmat menyambutnya selayaknya keluarga keraton. Lalu, Sang raja berkenan menghadiahkan tanah perdikan kepada Rahmat di Ampel Denta. Di sanalah, Rahmat mengembangkan pesantren dan pusat keilmuan untuk pembinaan budi bangsawan dan rakyat Majapahit yang sedang merosot. Konsep lembaga warisan Maulana Malik Ibrahim itupun kemudian menghasilkan kader-kader dakwah yang handal. Dalam waktu singkat, Rahmat bisa mengembangkan basis-basis Islam di beberapa kadipaten.

Beberapa tahun kemudian, Sri Kertawijaya dikudeta oleh Rajasawardhana sebagai raja. Perkembangan Islam tak disukai raja baru itu. Rahmatpun menyusun strategi baru dengan menyebar para ulama ke delapan titik. Kala itu Majapahit tinggal tersisa sembilan kadipaten. Tim dakwah yang delapan itu dinamakannya “Bhayangkare Ishlah”. Mereka adalah Sunan Ampel sendiri, Raden Ali Murtadho, Abu Hurairah, Syekh Yakub, Maulana Abdullah, Kiai Banh Tong, Khalif Husayn dan Usman Haji. Kader santri pun giliran menggantikan beberapa posisi ulama. Di antara mereka adalah Raden Hasan yang kelak menjadi Sultan Demak.

Dalam sebuah versi, dewan Walisanga dibentuk sekitar 1474 M oleh Raden Rahmat membawahi Raden Hasan, Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Qosim (Sunan Drajad), Usman Haji (ayah Sunan Kudus), Raden Ainul Yaqin (Sunan Gresik), Syekh Suta Maharaja, Raden Hamzah dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian, Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai mubalig keliling. Di samping wali-wali tersebut, masih banyak ulama yang dakwahnya satu koordinasi dengan Sunan Ampel yang bertugas sebagai seorang mufti tanah Jawi. Hanya saja, sembilan tokoh Walisanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya menonjol dalam dakwah maupun dalam proses ketatanegaraan Demak. Berikut lima wali di antaranya.

Maulana Malik Ibrahim.
Ia dianggap pelopor penyebaran Islam para wali di Jawa. Memulai dari desa Leran Gresik, ia bergumul dengan rakyat kecil sebagai petani. Keahlian bercocok tanam membuat rakyat sekitar tertarik untuk berguru tani. Ia juga dipercaya ahli tata negara yang dikagumi kalangan bangsawan. Ibrahim pula yang dikenal sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren.

Raden Ali Rahmatullah
Alias Sunan Ampel. Sang mufti dari negeri Campa ini mengajarkan Islam secara lurus. Dalam mengajarkan Islam, ia tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Istilah pesantren dan santri diyakini pertama kali digunakan oleh Sunan Ampel. Wejangan terkenalnya mo limo yang intinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak di masa Majapahit.

Raden Ainul Yaqin
Atau Raden Paku atau Sunan Giri. Ia anak Syekh Yakub bin Maulana Ishak. Ia diyakini sebagai tokoh fakih dan menguasai ilmu falak (perbintangan). Di masa menjelang keruntuhan Majapahit, Paku dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Fatah naik menjadi Sultan Demak. Ia diberi gelar Prabu Satmata, Ratu Tunggul Kalifatullah Mukminin. Ketika Sunan Ampel wafat, Sunan Giri menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa. Pesantren Giri hingga di masa Mataram menjadi Giri Kedaton yang selalu diminta untuk merestui raja-raja di sebagian wilayah Nusantara. Catatan Portugis dan Belanda di Ambon menyebut, Sunan Giri (dan pelanjutnya) sama dengan Paus di Roma yang memberkati para kepala negeri sebelum naik takhta. Termasuk di dalamnya para sultan Islam di Maluku, Hitu dan Ternate. Dengan demikian, Giri merupakan wujud lembaga kekuasaan tersendiri, meski lebih sebagai lembaga berwenang dalam soal keagamaan saja.

Raden Makhdum Ibrahim
Atau Sunan Bonang. Ia putra sulung Sunan Ampel yang karya-karya tertulisnya terdokumentasikan hingga kini. Di antaranya Suluk Bonang, Primbon I dan Primbon II. Dari tulisan-tulisan Bonang, bisa dibaca watak dakwah para wali, sekaligus pedoman fikih umat Islam.

Raden Syahid
Atau Sunan Kalijaga. Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam seperti tembang-tembang macapat (wali lain juga turut mencipta), baju takwa, tata kota Islami, serta gong Sekaten (Syahadat ain) di Solo dan Yogya. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya. Karena, wayang beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tak sesuai ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari bentuk manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqh yang dilakukan Sunan Kalijaga dalam upaya dakwahnya.

sejarah islam yang dibawa oleh para wali

Di paruh awal abad ke 16, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tenteram dan damai dalam ayoman Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya, setelah mengakhiri masa Syiwa-Budha serta animisme. Mereka pun memiliki kepastian hidup, bukan karena wibawa dan perbawa Sang Sultan. Kepastian hidup ada karena disangga daulat hukum. Dan kepastian daulat hukum Kesultanan Demak Bintoro kala itu, berpijak pada syariah Islam.

“Salokantara” dan “Jugul Muda”. Itulah dua kitab Undang-undang Demak yang menurut budayawan WS Rendra dalam sebuah orasi budaya “Megatruh”, punya landasan syariah Islam. Di hadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Rakyat bukanlah abdi atau kawula sebagaimana di masa berikutnya, rezim Mataram. Sejak abad ke-17, rakyat kembali menjadi abdi, sebab kekuasaan begitu sentralistik. Malah, para raja rela ber-sembah sungkem kepada penjajah londo. Dan, syariat Islam pun hanya dijalankan setengah-setengah hingga kini, ketika para “penguasa” Jawa memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sayang memang, Demak hanya bertahan sampai umur 65 tahun. Keberadaannya sebagai kerajaan dengan dasar Islam telah tercatat dalam sejarah. Dipegang-teguhnya syariat Islam sebagai pedoman hidup seluruh isi negeri Demak tak lepas dari perjuangan para ulama. Bahkan, dalam pengelolaan kesultanan, para ulama itu berperan sebagai tim kabinet (kayanakan) sultan. Para ulama itulah yang tiga abad kemudian dikenal dengan sebutan Walisanga, wali sembilan.

Nama Walisanga begitu dekat dengan umat Islam, khususnya di Jawa. Ia menjelma dalam hikayat di alam pikiran orang kebanyakan. Berbagai karya dalam bentuk tulisan, gambar, bahkan film berusaha menghidupkannya kembali. Tak ayal lagi, anak sekolah dasar pun begitu hapal sembilan tokoh dan kisah Walisanga. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim (1), Sunan Ampel (2), Sunan Giri (3), Sunan Bonang (4), Sunan Kalijaga (5), Sunan Gunung Jati (6), Sunan Kudus (7), Sunan Muria (8) serta Sunan Derajat (9). Akan tetapi, menurut Kitab Walisana karya Sunan Giri II (Anak Sunan Giri), jumlah mereka bukan sembilan orang, tapi delapan orang. Sumber kuno tersebut memuat ihwal kehidupan para ulama penyebar Islam di Jawa dan kiprah dakwahnya. Nama Walisana yang menjadi nama judul kitab tersebut tidak mengacu bilangan sembilan. Dikatakan juga, selain delapan wali tersebut terdapat ribuan wali lainnya.

Walisanga ditulis dalam Serat Walisanga karya pujangga Mataram RM Ng Ranggawarsita pada abad 19 sebagai walisanga, wali sembilan. Kemudian muncul pelurusan, atau lebih tepatnya penafsiran ulang. Sebagian berpendapat, kata sanga (baca: songo) merupakan perubahan dari kata tsana (mulia, Arab). Maka, walisana berarti wali-wali mulia atau terpuji. Yang lainnya melihat kata sana diambil dari bahasa Jawa kuno yang berarti tempat. Karenanya, walisana berarti wali atau kepala suatu tempat atau daerah. Namun kebanyakan pakar sepakat, bahwa Walisanga merupakan kumpulan ulama dengan dakwah yang bertujuan menegakkan agama Allah.

Walisanga dalam berbagai tulisan acapkali diidentikan sebagai para sufi pengembang ajaran tasawuf semata. Bahkan, babad-babad yang lahir di masa Mataram banyak melukiskan Walisanga adalah para tokoh keramat dan digdaya. Hingga wafat sekalipun, mereka tetap menjadi sumber berkah. Namun, jika menengok karya-karya, ajaran, dan kinerja dakwahnya, kumpulan wali (selanjutnya disebut ulama) itu menebarkan syariat Islam dalam berbagai segi kehidupan. Kesultanan Islam Demak Bintoro beserta perangkat konstitusinya bisa dikatakan sebagai puncak karya dan pengabdian mereka. Semua itu hasil perjuangan berpuluh-puluh tahun para ulama dalam mendakwahkan syariat Islam di wilayah kerajaan Majapahit yang sudah rapuh.

Isyarat kuat bahwa mereka penyebar syariat bisa ditengok dari Primbon karya Sunan Bonang. Ajaran Bonang bisa mewakili watak dakwah Walisanga. Dari kitab itu bisa ditetapkan, Walisanga termasuk dalam aliran Ahlus Sunnah yang tegas dan konsekuen menentang bid’ah dan dhalalah (sesat). Ajaran Bonang menolak konsep emanasi, panteisme atau wihdatul wujud yang berintikan kesatuan Khalik dan hambanya. Mereka juga penganut tasawuf sunni-nya al-Ghazali dan Abu Syalimi, yang menyelaraskan fiqh syara’ dengan tasawuf. Alasan mereka, kalau orang belajar tasawuf tanpa dimulai dari fiqh, besar kemungkinan ia akan menjadi zindiq (inkar), mendekati Allah dengan meninggalkan syariat. Al-Ghazali dengan Ihya Ulumudin-nya memang menjadi acuan pengembangan tasawuf di masa itu. Adapun tasawuf ekstrem di masa Walisanga tak mendapat tempat. Terlepas dari kebenaran sejarah, Walisanga telah membuktikan komitmennya pada tauhid dan syariah Islam dengan kisah diqishasnya Syekh Siti Jenar. Ia dihukum karena dianggap telah mengembangkan ajaran manunggaling kawula-gusti (wihdatul wujud) yang meresahkan masyarakat di saat para ulama mempersiapkan berdirinya Kesultanan Demak. Para wali menghukumnya setelah melalui musyawarah dan memiliki lembaga pengadilan.

Dalam mempersiapkan lembaga-lembaga negara, para ulama melakukan pembagian tugas. Masing-masing ulama bertugas merumuskan aturan penyelenggaraan negara sesuai syariat Islam. Sunan Ampel dan Sunan Giri didukung lembaga penyokongnya menyiapkan aturan soal perdata, adat-istiadat, pernikahan dan muamalah lainnya. Dibantu pemuda Ja’far Shodiq (Sunan Kudus), mereka menyiapkan aturan jinayat dan siyasah (kriminal dan politik). Di dalamnya terkandung hukum untuk imamah, qishas, ta’dzir termasuk perkara zina dan aniaya, jihad, perburuhan, perbudakan, makanan sampai masalah bid’ah.

Jauh sebelum Kesultanan Demak betul-betul siap didirikan, para ulama telah mempersiapkan masyarakat dengan dakwah. Tidak saja mumpuni dalam berdakwah, Walisanga menunjukkan keahlian politik, sosial dan budaya yang baik. Jika dikilas balik, berikut gambaran sepak terjang Walisanga yang terkait erat dengan dinamika Kerajaan Majapahit.

Sekitar 1445 M, Raden Rahmatullah atau sunan Ampel dari Campa bersama dua saudaranya, Ali Murtadlo dan Abu Hurairah datang ke Jawa. Raja Majapahit, Sri Kertawijaya dan istrinya, Dwarawati yang juga bibi Rahmat menyambutnya selayaknya keluarga keraton. Lalu, Sang raja berkenan menghadiahkan tanah perdikan kepada Rahmat di Ampel Denta. Di sanalah, Rahmat mengembangkan pesantren dan pusat keilmuan untuk pembinaan budi bangsawan dan rakyat Majapahit yang sedang merosot. Konsep lembaga warisan Maulana Malik Ibrahim itupun kemudian menghasilkan kader-kader dakwah yang handal. Dalam waktu singkat, Rahmat bisa mengembangkan basis-basis Islam di beberapa kadipaten.

Beberapa tahun kemudian, Sri Kertawijaya dikudeta oleh Rajasawardhana sebagai raja. Perkembangan Islam tak disukai raja baru itu. Rahmatpun menyusun strategi baru dengan menyebar para ulama ke delapan titik. Kala itu Majapahit tinggal tersisa sembilan kadipaten. Tim dakwah yang delapan itu dinamakannya “Bhayangkare Ishlah”. Mereka adalah Sunan Ampel sendiri, Raden Ali Murtadho, Abu Hurairah, Syekh Yakub, Maulana Abdullah, Kiai Banh Tong, Khalif Husayn dan Usman Haji. Kader santri pun giliran menggantikan beberapa posisi ulama. Di antara mereka adalah Raden Hasan yang kelak menjadi Sultan Demak.

Dalam sebuah versi, dewan Walisanga dibentuk sekitar 1474 M oleh Raden Rahmat membawahi Raden Hasan, Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Qosim (Sunan Drajad), Usman Haji (ayah Sunan Kudus), Raden Ainul Yaqin (Sunan Gresik), Syekh Suta Maharaja, Raden Hamzah dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian, Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai mubalig keliling. Di samping wali-wali tersebut, masih banyak ulama yang dakwahnya satu koordinasi dengan Sunan Ampel yang bertugas sebagai seorang mufti tanah Jawi. Hanya saja, sembilan tokoh Walisanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya menonjol dalam dakwah maupun dalam proses ketatanegaraan Demak. Berikut lima wali di antaranya.

Maulana Malik Ibrahim.
Ia dianggap pelopor penyebaran Islam para wali di Jawa. Memulai dari desa Leran Gresik, ia bergumul dengan rakyat kecil sebagai petani. Keahlian bercocok tanam membuat rakyat sekitar tertarik untuk berguru tani. Ia juga dipercaya ahli tata negara yang dikagumi kalangan bangsawan. Ibrahim pula yang dikenal sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren.

Raden Ali Rahmatullah
Alias Sunan Ampel. Sang mufti dari negeri Campa ini mengajarkan Islam secara lurus. Dalam mengajarkan Islam, ia tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Istilah pesantren dan santri diyakini pertama kali digunakan oleh Sunan Ampel. Wejangan terkenalnya mo limo yang intinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak di masa Majapahit.

Raden Ainul Yaqin
Atau Raden Paku atau Sunan Giri. Ia anak Syekh Yakub bin Maulana Ishak. Ia diyakini sebagai tokoh fakih dan menguasai ilmu falak (perbintangan). Di masa menjelang keruntuhan Majapahit, Paku dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Fatah naik menjadi Sultan Demak. Ia diberi gelar Prabu Satmata, Ratu Tunggul Kalifatullah Mukminin. Ketika Sunan Ampel wafat, Sunan Giri menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa. Pesantren Giri hingga di masa Mataram menjadi Giri Kedaton yang selalu diminta untuk merestui raja-raja di sebagian wilayah Nusantara. Catatan Portugis dan Belanda di Ambon menyebut, Sunan Giri (dan pelanjutnya) sama dengan Paus di Roma yang memberkati para kepala negeri sebelum naik takhta. Termasuk di dalamnya para sultan Islam di Maluku, Hitu dan Ternate. Dengan demikian, Giri merupakan wujud lembaga kekuasaan tersendiri, meski lebih sebagai lembaga berwenang dalam soal keagamaan saja.

Raden Makhdum Ibrahim
Atau Sunan Bonang. Ia putra sulung Sunan Ampel yang karya-karya tertulisnya terdokumentasikan hingga kini. Di antaranya Suluk Bonang, Primbon I dan Primbon II. Dari tulisan-tulisan Bonang, bisa dibaca watak dakwah para wali, sekaligus pedoman fikih umat Islam.

Raden Syahid
Atau Sunan Kalijaga. Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam seperti tembang-tembang macapat (wali lain juga turut mencipta), baju takwa, tata kota Islami, serta gong Sekaten (Syahadat ain) di Solo dan Yogya. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya. Karena, wayang beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tak sesuai ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari bentuk manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqh yang dilakukan Sunan Kalijaga dalam upaya dakwahnya.

Sejarah Islam Nusantara

slam Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.

Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.

Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)

Islam Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.

Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.

Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.

Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

Islam Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.

Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.

Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

Islam Papua
Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.

Islam Nusa Tenggara
Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.

Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.

Sejarah Islam Nusantara

Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara.

Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.

Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje yang paling besar memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, karena Snouck dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya.
Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya.

Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.

Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.

Bahkan sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.

Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin.

Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.

Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di Cina saja, tapi juga terus menjelajah sampai di Timur Jauh, termasuk Indonesia. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum abad 16.

Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Budha Cina yang kerap kali menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Tapi sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Bathutah daerah-daerah mana saja yang pernah ia kunjungi.

Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.

Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.

Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya Al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang terkenal adil tersebut.

“Dari Raja di Raja [Malik al Amlak] yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya,” demikian antara lain bunyi surat Raja Sriwijaya Sri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Azis. Diperkirakan hubungan diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini berlangsung pada tahun 100 hijriah atau 718 masehi.

Tak dapat diketahui apakah selanjutnya Sri Indravarman memeluk Islam atau tidak. Tapi hubungan antara Sriwijaya Dan pemerintahan Islam di Arab menjadi penanda babak baru Islam di Indonesia. Jika awalnya Islam masuk memainkan peranan hubungan ekonomi dan dagang, maka kini telah berkembang menjadi hubungan politik keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula Islam mengawali kiprahnya memasuki kehidupan raja-raja dan kekuasaan di wilayah-wilayah Nusantara.

Pada awal abad ke-12, Sriwijaya mengalami masalah serius yang berakibat pada kemunduran kerajaan. Kemunduran Sriwijaya ini pula yang berpengaruh pada perkembangan Islam di Nusantara. Kemerosotan ekonomi ini pula yang membuat Sriwijaya menaikkan upeti kepada kapal-kapal asing yang memasuki wilayahnya. Dan hal ini mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran Islam.

Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara.

Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Namun ada pendapat lain dari Prof. Ali Hasjmy dalam makalahnya pada Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar pada tahun 1978. Menurut Ali Hasjmy, kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan Perlak.

Masih banyak perdebatan memang, tentang hal ini. Tapi apapun, pada periode inilah Islam telah memegang peranan yang signifikan dalam sebuah kekuasaan. Pada periode ini pula hubungan antara Aceh dan kilafah Islam di Arab kian erat.

Selain pada pedagang, sebetulnya Islam juga didakwahkan oleh para ulama yang memang berniat datang dan mengajarkan ajaran tauhid. Tidak saja para ulama dan pedagang yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam dan datang langsung ke sumbernya, di Makkah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh, terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke-16. Bahkan pada tahun 974 hijriah atau 1566 masehi dilaporkan, ada lima kapal dari Kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.

Ukhuwah yang erat antara Aceh dan kekhalifahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Makkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahan Islam terjadi pada masa Khalifah Utsmaniyah. Tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tapi juga hubungan politik dan militer telah dibangun pada masa ini. Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Utsmani membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar pemerintahan Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan Kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (Portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji di tanah suci.

Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah.

Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.

Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Bahkan, Buya Hamka menyebutkan, saking besarnya pengaruh kekuatan agama yang dihasilkan Giri, Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kerajaan Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.

Meski kerajaan dan kekuatan baru Islam tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada pemerintahan Sultan Agung, Giri pun mengambil sikap dan keputusan. Giri mendukung kekuatan Bupati Surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.

Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya kekuasaan penjajah Belanda, kerajaan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang salah satunya mengupas makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.

Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu pula yang mengantar kita saat ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia. Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya tenggelam begitu saja. Kembalikan izzah Muslim Indonesia sebagai Muslim pejuang. Tegakkan kembali kebanggaan Muslim Indonesia sebagai Muslim bijak, dalam dan sabar.

ijrah Nabi dan Menetap di Madinah BEBERAPA PERISTIWA PENTING

H
Pertama

Tersebarnya berita tentang masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah.

Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum Mukminin agar hijrah ke kota Madinah. Para sahabat segera berangkat menuju Madinah secara diam-diam, agar tidak dihadang oleh musuh. Namun Umar bin Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Ia berseru, “Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah dengan ibunya, silakan hadang aku besok di lembah anu, besuk pagi saya akan hijrah.” Tidak seorang pun berani menghadang Umar.

Kedua

Setelah mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut baik dan menda¬pat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Yatsib, bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengu¬tus algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela menerima diat (denda pembunuhan) atas terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mere¬ka mendapat instruksi: “Keluarkan Muhammad dan rumahnya dan langsung pengal tengkuknya dengan pedangmu!”

Ketiga

Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada keponakannya, Ali r.a., beliau meme¬rintahkan dua hal: pertama, agar tidur (berbaring) di tempat tidur Nabi dan, kedua, menyerahkan kembali semua harta titipan penduduk Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para pemiliknya.

Nabi keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh satu orang pun dari para algojo yang mengepung rumahnya sejak senja hari. Nabi saw. pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua tunggangan (kendaraan) lalu segera berangkat. Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily untuk menunjukkan jalan yang tidak biasa menuju Madinah.

Hijrah Nabi dan Menetap di Madinah

Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju Yatsib. Sebelumnya dua anak Abu Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar berangkat bersama penunjuk jalan menelusuri jalan Madinah-Yaman hingga sampai di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk jalan disuruh kembali secepatniya guna menyampaikan pesan rahasia Abu Bakar kepada putranya, Abdullah.

Tiga malam lamanya Nabi saw. dan Abu Bakar bersembunyi di gua itu. Setiap malam mereka ditemani oleh Abdullah bin Abu Bakar yang ber¬tindak sebagai pengamat situasi dan pemberi informasi.
Kelima

Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu membuat kalangan Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka menduga Nabi pasti bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tim pelacak itu di sana, alangkah bingungnya mereka ketika melihat mulut gua itu tertutup jaring laba-laba dan sarang bunung. Itu pertanda tidak ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Mereka tidak dapat melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang yang di dalamnya dapat melihat jelas rom¬bongan yang berada di luar. Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi. Nabi berkata kepadanya, “Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan Allah-lah yang ketiganya.”

Keenam

Kalangan kafir Quraisy mengumumkan kepada seluruh kabilah, “Siapa saja yang dapat menyerah¬kant Muhammad dan kawannya (Abu Bakar) kepada kami hidup atau mati, maka kepadanya akan diberikan hadiah yang bernilai besar.” Bangkitlah Suraqah bin Ja’syam mencari dan mengejar Nabi dengan harapan akan menjadi hartawan dalam waktu singkat.

Sungguhpun jarak antara Gua Tsur dengan rombongan Nabi sudah begitu jauh, namun Suraqah ternyata dapat menyusulnya. Tatkala sudah begitu dekat, tiba-tiba tersungkurlah kuda yang ditunggangi Suraqah, sementara pedang yang telah diayunkan ke arah Nabi tetap terhunus di tangannya. Tiga kali ia mengibaskan pedangnya ke arah tubuh Nabi, tetapi pada detik-detik itu pula kudanya tiga kali tersung¬kur sehingga tak terlaksanalah maksud jahatnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi perasaan kagum dan yakin, dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang menjadi Rasul Allah. Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolong mengangkat kudanya yang tak dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam pasir. Setelah ditolong oleh Nabi, ia memin¬ta agar Nabi berjanji akan memberinya hadiah berupa gelang kebesaran raja-raja. Nabi menjawab, “Baiklah.”

Hijrah Nabi dan Menetap di Madinah

Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan masyarakat Madinah. Pagi hari me¬reka berkerumun di jalanan, setelah tengah hari barulah mereka bubar. Begitulah penantian mereka beberapa hari sebelum kedatangan Nabi. Pada hari kedatangan Nabi dan Abu Bakar, masyarakat Madi¬nah sudah menunggu berjubel di jalan yang akan dilalui Nabi lengkap dengan regu genderang. Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian yang se¬ngaja digubah untuk keperluan penyambutan itu: “Bulan purnama telah muncul di tengah-tengah kita, dari celah-celah bebukitan. Wajiblah kita bersyukur, atas ajakannya kepada Allah. Wahai orang yang dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu yang ditaati.”

Kedelapan

Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasu¬lullah singgah di Quba’, sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madmnah. Di sana Beliau membangun sebuah Masjid dan merupakan Masjid pertama dalam sejarah Islam. Beliau singgah di sana selama empat hari untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Madinah. Pada Jum’at pagi beliau berangkat dari Quba’ dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf persis pada waktu shalat Jum’at. Lalu shalatlah beliau di sana. Inilah Jum’at pertama dalam Islam, dan karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang petama.

Kemudian Nabi berangkat meninggalkan Bani Salim. Program pertama beliau sesampainya di Madi¬nah ialah menentukan tempat di mana akan dibangun Masjid. Tempat itu ialah tempat di mana untanya berhenti setibanya di Madinah. Ternyata tanah yang dimaksud milik dua orang anak yatim. Untuk itu Nabi minta supaya keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka lebih suka menghadiah¬kannya. Tetapi beliau tetap ingin membayar harga tanah itu sebesar sepuluh dinar. Dengan senang hati Abu Bakar menyerahkan uang kepada mereka berdua.

Pembangunan Masjid segera dimulai dan seluruh kaum Muslimin ikut ambil bagman, sehingga berdiri sebuah Masjid berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun korma.