Laman

Senin, 31 Mei 2010

Pengertian Islam

Pengertian Islam




2 dari 2 Kompasianer menilai Bermanfaat.

Orang sering salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islam ternyata bukan Islam dan kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islam ternyata itu adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tidak paham tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang awam saja tetapi juga para intelektualnya. Maka dirasa sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang akan pengertian Islam agar orang tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumber aslinya yakni Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg lainnya. Dan tidak mungkin Alloh tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an dalam perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.

Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam. Kata al-islam ada di dalam Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula pengertiannya, diantaranya dalam surat Ali Imron (3) ayat 19 dan surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami dari kedua ayat itu?.

Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”, artinya, ” sesungguhnya ad-din (jalan hidup) di sisi Alloh (adalah) al-islam…”. Ayat ini dengan jelas sekali menyatakan bahwa al-islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi Alloh (‘indalloh). Ia berasal dari Alloh, makanya dinamakan juga dinulloh ( QS 110 ayat 2), suatu ad-din yang ditetapkan oleh Alloh untuk manusia. Ia bukan gagasan atau hasil buah pikir manusia. Sampai kepada manusia hanya melalui wahyu yang diturunkan Alloh kepada para nabi dan rosul. Dan al-islam dalam bentuknya yang final (sempurna) turun kepada nabi dan rosul yg terakhir, Muhammad saw, dengan perantaraan Al-Qur’an beserta penjelasannya.

Lalu Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya,”…al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina…”. Kata “ al-yauma ” artinya ” pada hari ini”, yakni hari turunnya ayat ini yaitu pada hari jum’at di padang Arofah setelah waktu ashr pada waktu Muhammad saw melakukan haji wada’. Lalu kalimat ” akmaltu lakum dinakum “, artinya, ” telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “. Kata kalian dalam frasa ” ad-din kalian ” yang dimaksud adalah Muhammad saw dan para sahabatnya, jadi ” ad-din kalian ” maksudnya dinu Muhammadin saw dan para sahabat yang berupa bentuk-bentuk keyakinan (‘aqidah) dan perbuatan (‘amal) yang ada pada Muhammad saw (secara individu) dan para sahabat (secara komunitas) yang merupakan penerapan, tafsir, penjelasan dari pada Al-Qur’an atas petunjuk langsung dari Alloh swt yang mana dari-Nya al-islam itu berasal (QS 3 ayat 19), karenanya dikatakan ” telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “. Lalu kalimat “ wa rodhitu lakumul-islama dina “, yang artinya, ” dan Aku telah ridho al-islam sebagai ad-din bagi kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammadin saw dan para sahabat itu dengan sebutan al-islam. Dan oleh karena dalam ayat ini digunakan kata “ad-din“, kata dalam bentuk tunggal dan jamaknya adalah “al-adyan“, maka ini berarti dinu Muhammadin saw dan para sahabat itu satu, sama. Dan oleh karena Muhammad saw adalah pihak yang menerima wahyu ( Al-Qur’an ) dan penjelasannya ( QS 75 ayat 16-19) dan Beliau saw mengamalkan dengan sempurna wahyu yang diterimanya (QS 33 ayat 2) dan para sahabat adalah orang yang paling bersemangat dalam mengikuti Beliau saw ( QS 3 ayat 31) dan mereka adalah rujukan utama dalam memahami al-islam bagi orang-orang yang hidup setelah mereka (QS 9 ayat 100), maka al-islam itu tiada lain pastilah dinu Muhammadin saw atau millatu Muhammad saw atau sunnatu Muhammadin saw atau jalan hidup Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw yg membikin) atau yang sering disebut orang dengan as-sunnah. Jadi al-islam itu adalah as-sunnah dan as-sunnah adalah al-islam. Maka suatu keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di dalam as-sunnah tidak bisa disebut sebagai al-islam. Dan yang lebih memperjelas akan hal ini adalah sabda Muhammad saw, lafalnya, ” man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa roddun “, artinya, ” Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada pada kami ( yakni Beliau saw dan para sahabat ) maka ( amalan itu ) tertolak ” (HR Muslim dari “Aisyah ra ). Kenapa tertolak? karena itu berarti bukan al-islam dan Alloh hanya hanya menerima al-islam (QS 3 ayat 85).

Muhammad saw dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling paham al-islam dan karenanya mereka dipuji oleh Alloh dengan sebutan ” khoiru ummah ” (umat yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan teknologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka meyakini dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.

Kita yang hidup di zaman sekarang mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tercatat di dalam hadits-hadits yang shohih. Sehingga dengan mudah kita dapat mengetahui apakah keyakinan atau perbuatan itu termasuk al-islam atau bukan kalau kita tahu banyak tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih. Kalau ada dasarnya di dalam Al-Qur’an dan as-sunnah yang ditunjukan dengan hadits yang shohih sudah pasti itulah al-islam. Kalau tidak ada dasarnya bagaimana bisa dinamakan al-islam?

AKIDAH SALAF

“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb-mu yg telah menciptakan kamu dari yg satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yg banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yg dgn nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Pendahuluan Kebangkitan dunia Islam telah menyadarkan banyak orang tentang kekuatan Islam meskipun kebangkitan tersebut tidak melalui kekuasaan. Tetapi Islam memasuki kalbu otak dan urat nadi orang yg mencari kebenaran hanya saja kebangkitan tersebut perlu lbh diarahkan kepada satu asas dan bingkai yg diterima oleh semua pihak yg secara jujur membawa misi Islam li’ilaa’i kalimatillah.

Arah dan bingkai tersebut tak lain dan tak bukan adl manhaj Salafusshalih; berupa perangkat pemahaman yg utuh dari ajaran Rasulullah saw. Hal tersebut tentunya utk menghindari berbagai penyimpangan yg dialamai oleh sebagian ummat Islam. Penyimpangan tersebut bervariasi; dari yg besar sampai kepada dualisme pemahaman dgn maksud memilah-milah utk kepentingan tertentu. Hal itu sangat berbahaya krn dasarnya adl hawa nafsu. Karena pemahaman sesungguhnya harus menyeluruh dan kita terima tanpa tawar menawar.

Salaf dan Aqidah Rasulullah saw sejak diutus oleh Allah SWT telah mengajarkan aqidah tauhid kepada para shabatnya sehingga mengakui kebesaran Allah SWT keagungan syariat-Nya. Mereka cinta kepada Allah SWT berharap hanya kepada Allah SWT dan tidak ada yg ditakuti kecuali Allah SWT. Mereka digambarkan oleh Allah SWT dalam firmanNya “Rasul telah beriman kepada Al-Quran yg diturunkan kepadanya dari Rabbnya demikian pula orang-orang yg beriman. Semuanya beriman kepada Allah malaikat-malaikat-Nya kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dari rasul-easul-Nya” dan mereka mengatakan “Kami dengar dan kami taat“. “Ampunilah kami ya Rabb dan kepada Engkaulah tempat kembali.” . Disamping itu Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yg berhati-hati krn takut akan Rabb mereka . Dan orang-orang yg beriman dgn ayat-ayat Rabb mereka Dan orang-orang yg tidak mempersekutukan dgn Rabb mereka Dan orang-orang yg memberikan apa yg telah mereka berikan dgn hati yg takut sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka .”

Untuk melihat keutuhan aqidah Salaf marilah kita simak ucapan Sufyan bin Uyainah berikut ini “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus nabi kita Muhammad saw kepada seluruh manusia utk menyatakan bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwasanya dia adl utusan-Nya. Maka tatkala mereka telah mau mengatakan bersaksi seperti itu terjaminlah darah dan hartanya kecuali dgn haknya dan hisabnya hanya kepada Allah. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hal itu dari hati nurani mereka ia memerintahkan kepadanya utk menyuruh mereka sholat. Maka memerintahlah ia dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mngerjakannya maka sia-sialah ikrar/syahadat mereka tadi juga sholatnya. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka Allah memerintahkan kepadanya agar menyuruh mereka berhijrah menuju Madinah. Maka ia memerintah kepada mereka dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya niscaya sia-sialah syahadat dan sholat mereka. Lalu ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka Allah memerintahkan mereka utk kembali ke Mekkah memerangi/membunuh bapak dan anak-anak mereka sehingga bapak dan anak-anak mereka tersebut mau bersyahadat sebagaimana syahadat mereka shalat sebagaimana shalat mereka dan hijrah sebagaimana mereka hijrah. Mereka mau mengerjakan hal itu sampai-sampai ada diantara mereka yg membawa kepala bapaknya sambil berkata “Wahai Rasulullah inilah kepala pemuka orang-orang kafir.” Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya niscaya sia-sialah syahadat shalat dan hijrah mereka. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka. Ia memerintah kepadanya agar memerintah mereka bertawaf Ka’bah sebagai ibadah dan mencukur rambut mereka sebagai lambang rendah diri dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya niscaya sia-sialah syahadat shalat hijrah dan haji serta perlawanan perang terhadap bapak-bapak mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka maka Ia memerintahkan kepadanya utk mengambil harta mereka sebagai sedekah yg menyucikan mereka. Maka ia memerintah mereka utk itu dan mereka mau mengerjakannya sehingga mereka membawa harta mereka baik sedikit maupun banyak. Demi Allah andaikan mereka tidak mau mengerjakannya maka sia-sialah syahadat shalat hijrah perang terhadap bapak mereka dan thawaf mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka dalam mengerjakan syari’at-syari’at iman dan batas-batasnya;” Ia SWT berkata “Katakanlah kepada mereka!” “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan utk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” Sufyan berkata “Barangsiapa meninggalkan satu prinsip dari ajaran Islam bagi kami ia adl kafir. Barangsiapa meninggalkannya krn malas atau meremehkan kita akan menghukumnya dan ia menurut kita adl kurang . Inilah sunnah…sampaikanlah dari akau apabila manusia bertanya kepadamu.” .

Untuk itu kita menggali tauhid sedalam-dalamnya seperti yg diungkapkan oleh imam Al-Laalikaa’i yg artinya “Sesungguhnya hal yg paling wajib atas seseorang adl ma’rifat terhadap dien dan apa-apa yg Allah bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya sifat-sifat-Nya dan membenarkan utusan-utusan-Nya dgn dalil dan keyakinan dgn cara istidlal dgn hujjah dan penjelasan. Dan sebaik-baik ucapan dan hujjah yg rasional adl Al-Qur’an dan sabda Rasulullah serta perkataan shahabat kemudian ijma’ para Salaf As-Shaleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat serta menjauhi berbagai bid’ah yg diada-adakan oleh para penyesat sekalipun hanya mendengarkannya.”

Demikianlah nasehat dan wasiat dari para ulama salaf dari kalangan shahabat tabi’in dan seterusnya.

Salaf Dan Kaitannya Dengan Ibadah Secara bahasa ibadah artinya tunduk dan patuh. Secara syara’ ibadah adl nama yg mencakup semua kebaikan yg mengarah kepada ridho Allah SWT. Secara lbh rinci Syaikh Abdurrohman Sa’di menyebutkan yg artinya “Ibadah adl sempurnanya ketaatan dan kepatuhan kepada perintah-perintah Allah berhenti dari larangan-larangan-Nya mengendalikan diri dari batasan yg dibuat-Nya dan menerima semua yg diajarkan-Nya melalui lisan nabi-Nya tanpa menolak atau menyimpangkannya.” .

Sesuai dgn difinisi diatas makna ibadah sangat luas yg mengyangkut dhohir maupun bathin. Pada makalah ini kita akan membatasi pada makna dhohirnya saja. Seperti selalu kita baca yg artinya “Katakanlah Shalatku korbanku hidupku dan matiku hanya utk Allah Rabb semesta alam.” .

Untuk mengetahui detil dari rincian ibadah dhohiriyah itu sebaiknya kita simak hadits Rasulullah SAW yg artinya “Dari Mu’adz bin Jabal telah berkata ‘Aku telah berkata ‘Ya Rasulullah beritahukannlah aku suatu amal yg dapat memasukkan aku kedalam jannah dan menjauhkan akau dari neraka.’ Nabi menjawab ‘Engaku telah bertanya tentang suatu perkara besar dan sesungguhnya itu adl ringan bagi orang yg dimudahkan oleh Allah Ta’ala atasnya. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya mengerjakan shalat mengeluarkan zakat berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.’ Kemudian beliau berkata ‘Inginkah engkau kuberi petunjuk kepadamu akan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adl perisai dan sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api dan shalat seorang ditengah malam.’ Kemudian beliau membaca ayat yg artinya Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedang mereka berdo’a kepada Rabbnya dgn rasa takut dan harap dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yg Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yg disembunyikan utk mereka yaitu yg menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yg telah mereka kerjakan. . Kemudian beliau bersabda ‘Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal dan tiang-tiangnya seta puncak-puncaknya? Aku menjawab ‘Mau ya Rasulullah’ Rasulullah bersabda ‘Pokok amal adl Islam dan tiang-tiangnya adl shalat dan puncknya adl jihad.’ Kemudian beliau bersabda; ‘Maukah aku beritahukan kepada tentang kunci perkara itu semua?’ Aku menjawab ‘Mau’ Maka ia memegang lidahnya dan bersabda ‘Jagalah ini!’ Aku berkata ‘Ya Rasulullah apakah kami dituntut krn apa yg kami katakan?’ Maka beliau bersabda; ‘Semoga selamat engkau! Adakah yg menjerumuskan orang keatas mukanya . kedalam neraka selain buah ucapan mereka?” .

efinisi Iman

Apa definisi Iman itu dan apa perbedaannya antara Iman dan Islam? Jawab Islam dalam pengertiannya secara umum adl menghamba kepada Allah dgn cara menjalankan ibadah-ibadah yg disyariatkan-Nya sebagaimana yg dibawa oleh para utusan-Nya sejak para rasul itu diutus hingga hari kiamat. Ini mencakup apa yg dibawa oleh Nuh as berupa hidayah dan kebenaran juga yg dibawa oleh Musa as yg dibawa oleh Isa as dan juga mencakup apa yg dibawa oleh Ibrahim as Imamul hunafa’ sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam berbagai ayat-Nya yg menunjukkan bahwa syariat-syariat terdahulu seluruhnya adl Islam kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun Islam dalam pengertiannya secara khusus setelah diutusnya Nabi Muhammad saw adl ajaran yg dibawa oleh beliau. Karena ajaran beliau menghapun seluruh ajaran yg sebelumnya maka orang yg mengikutinya menjadi seorang muslim dan orang yg menyelisihinya bukan muslim krn ia tidak menyerahkan diri kepada Allah akan tetapi kepada hawa nafsunya. Orang-orang Yahudi adl orang-orang muslim pada zamannya Nabi Musa as demikian juga orang-orang Nashrani adl orang-orang muslim pada zamannya Nabi Isa as. Namun ketika telah diutus Nabi Muhammad saw kemudian ia mengkufurinya maka mereka bukan lagi menjadi orang muslim. Oleh krn itu tidak dibenarkan seseorang berkeyakinan bahwa agama yg dipeluk oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani sekarang ini sebagai agama yg benar dan diterima di sisi Allah sebagaimana dienul Islam bahkan orang yg berkeyakinan seperti itu berarti telah kafir dan keluar dari dienul Islam sebab Allah Taala berfirman yg artinya“Sesungguhnya dien yg diterima di sisi Allah hanyalah Islam.” “Barangsiapa mencari suatu dien selain Islam maka tidak akan diterima daripadanya.” Islam yg dimaksudkan adl Islam yg dianugrahkan oleh Allah kepada Muhammad saw dan umatnya. Allah berfirman “Pada hari ini telah Kusempurnakan utk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku-ridoi Islam itu jadi agamamu.” Ini adl dalil yg amat jelas yg menunjukkan bahwa selain umat ini setelah diutusnya Nabi Muhammad saw bukan pemeluk Islam. Oleh krn itu agama yg mereka anut tidak akan diterima oleh Allah dan tidak akan memberi manfaat pada hari kiamat. Kita tidak boleh menilainya sebagai agama yg lurus. Salah besar orang yg menilai Yahudi dan Nashrani sebagai saudara seiman atau bahwa agama mereka pada hari ini sama pula seperti yg dianut oleh para pendahulu mereka. Agama mereka tidak sama dgn seperti pendahulu mereka yg masih lurus dgn ikhlas mengikuti rasulnya. Ajaran agama mereka telah diselewengkan dgn ajaran dan sejarah yg dibuat oleh orang-orang yg ingkar terhadap rasulnya. Mereka ingkar terhadap kedatangan rasul yg akhir Muhammad saw sebagai pembawa risalah yg terakhir dan yg sempurna dari Allah SWT. Jika kita katakan bahwa Islam berarti menghamba diri kepada Allah Taala dgn menjalankan syariat-Nya maka dalam artian ini termasuk pula pasrah atau tunduk kepada-Nya secara zahir maupun batin. Ia mencakup seluruh aspek akidah amalan maupun perkataan. Namun jika kata Islam itu disandingkan dgn Iman maka Islam berarti amal-amal perbuatan yg zahir berupa ucapan-ucapan lisan maupun perbuatan anggota badan. Adapun Iman adl amalan batiniah yg berupa akidah dan amalan-amalan hati. Perbedaan istilah ini bisa kita lihat dalam firman Allah Taala sebagai berikut.“Orang-orang Arab Badui itu berkata ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kamu belum beriman tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk krn iman itu belum masuk ke dalam hatimu.” Mengenai kisah Nabi Luth Allah Taala berfirman “Lalu Kami keluarkan orang-orang yg beriman yg berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari orang-orang yg berserah diri.” Di sini terlihat perbedaan antara mukmin dan muslim. Rumah yg berada di negeri itu zahirnya adl rumah yg Islami namun ternyata di dalamnya terdapat istri Luth yg menghianatinya dgn kekufurannya. Adapun siapa saja yg keluar dari negeri itu dan selamat maka mereka itulah kaum beriman yg hakiki krn keimanan telah benar-benar masuk ke dalam hati mereka. Perbedaan istilah ini juga bisa kita lihat lbh jelas lagi dalam hadis Umar bin Khattab ra bahwa Jibril pernah bertanya kepada Nabi saw mengenai Islam dan iman. Beliau menjawab “Islam adl engkau bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adl utusan Allah menegakkan salat menunaikan zakat puasa Ramadan dan berhaji ke Baitullah.” Mengenai iman beliau menjawab “Engkau beriman kepada Allah para Malaikat-Nya Kitab-kitab-Nya Utusan-utusan-Nya hari Akhir serta beriman dgn qadar yg baik dan yg buruk.” Walhasil pengertian Islam secara mutlak adl mencakup seluruh aspek agama termasuk Iman. Namun jika istilah Islam itu disandingkan dgn iman maka Islam ditafsirkan dgn amalan-amalan yg zahir yg berupa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dgn amalan-amalan batiniah berupa itikad dan amalan hati. Sumber Soal Jawab Masalah Iman dan Tauhid Syekh Muhammad bin Shalih al Utsaimin Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

PENGERTIAN ISLAM DAN TINGKATANNYA

PENGERTIAN ISLAM DAN TINGKATANNYA


[A]. Pengertian Islam
Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:

Pertama.
Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah di-tentukan dan ditakdirkan, sebagaimana firman Allah Subhana wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam[1]

"(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.’” [Al-Baqarah: 131]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]

Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah, definisi Islam adalah:

"Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan men-tauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya"

Kedua
Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya[2], baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.[3]

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

“Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” [Al-Hujuraat : 14]

[b]. Tingkatan Islam
Tidak diragukan lagi bahwa prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim ada tiga, yaitu; (1) mengenal Allah Azza wa Jalla, (2) mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya [4], dan (3) mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengenal agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini dan padanya terdapat tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Setiap ting-katan mempunyai rukun sebagai berikut:

Tingkatan Pertama : Islam
Islam memiliki lima rukun, yaitu:
[1]. Bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah.
[2]. Menegakkan shalat.
[3]. Membayar zakat.
[4]. Puasa di bulan Ramadhan.
[5]. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu menuju ke sana.
Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda Nabi Mu-hammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

"Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke sana.”[5]

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

"Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.”[6]

Tingkatan Kedua : Iman
Definisi iman menurut Ahlus Sunnah mencakup per-kataan dan perbuatan, yaitu meyakini dengan hati, meng-ikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan, dapat bertambah dengan ketaatan dan dapat ber-kurang dengan sebab perbuatan dosa dan maksiyat.
Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana ter-dapat dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

"Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.”[7]

Rukun Iman ada enam, yaitu:
[1]. Iman kepada Allah.
[2]. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
[3]. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
[4]. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
[5]. Iman kepada hari Akhir.
[6]. Iman kepada takdir yang baik dan buruk.

Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam jawaban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas perrtanyaan Malaikat Jibril ‘Alaihis sallam tentang iman, yaitu:

"Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk.”[8]

Tingkatan Ketiga: Ihsan
Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia me-lihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah jawaban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jibril ‘Alaihis salam ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

"Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” [9]

Tidak ragu lagi, bahwa makna ihsan secara bahasa adalah memperbaiki amal dan menekuninya, serta meng-ikhlaskannya. Sedangkan menurut syari’at, pengertian ihsan sebagaimana penjelasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu"

Maksudnya, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan ihsan dengan memperbaiki lahir dan batin, serta menghadirkan kedekatan Allah Azza wa Jalla, yaitu bahwasanya seakan-akan Allah berada di hadapannya dan ia melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi rasa takut, cemas, juga peng-agungan kepada Allah Azza wa Jalla, serta mengikhlaskan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperbaikinya dan mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan menyempurnakannya.[10]

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Psutaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]
_________
Foote Note
[1]. Lihat Mufradat Alfaazhil Qur-aan (hal. 423, bagian ������) karya al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahaani dan Ma’aarijul Qabul (II/20-21) karya Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami, cet. I, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah.
[2]. Terjaga dirinya maksudnya tidak boleh diperangi (dibunuh) dan terjaga hartanya, maksudnya tidak boleh diambil atau dirampas. Sebagaimana terdapat dalam hadits Arba’iin yang kedelapan.
[3]. Lihat Mufradaat Alfaazhil Qur-aan (hal. 423, bagian ������) karya al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani, Ma’aarijul Qabuul (II/21) karya Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami, cet. I/Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, dan Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam oleh al-Hafizh Ibnu Rajab.
[4]. Artinya memahami Islam sebagai agama dengan dalil-dalilnya yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Shahabat Radhiyallahu ‘anhum
[5]. HR. Muslim (no. 8), Ahmad (I/27), Abu Dawud (no. 4695), at-Tirmidzi (no. 2610), an-Nasa-i (VIII/97-98) dan Ibnu Majah (no. 63), dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab.
[6]. Muttafaqun ‘alaih: HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Iiman bab Du’aa-ukum Imaanukum (no. 8) dan Muslim dalam Kitaabul Iiman bab Arkaanul Islaam (no. 16).
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 9) dan Muslim (no. 35). Lafazh ini milik Muslim dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[8]. HR. Muslim (no. 8), dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu
[9]. HR. Muslim (no. 8), dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu
[10]. Lihat Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (I/126) oleh al-Hafizh Ibnu Rajab, Ma’aarijul Qabul (II/338) oleh Syaikh Hafizh al-Hakami, dan al-Ushuul ats-Tsalaatsah (hal. 66-67) oleh Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah dengan hasyiyah ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim.

Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan.

Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan.

Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai.

Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah. Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya; di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution.

Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan manusia. Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya.

Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah. Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini timbul karena pada umumnya agama di luar Islam namanya disandarkan pada nama pendirinya.

Di Persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada nama pendirinya, Zarathustra (W.583 SM). Agama lainnya, misalnya agama Budha, agama ini dinisbahkan kepada tokoh pendirinya, Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM).

Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang Yahudi (Jews) yang berasal dari negara Juda (Judea) atau Yahuda. Penyebutan istilah Muhammadanism dan Muhammedan untuk agama Islam, bukan saja tidak tepat, akan tetapi secara prinsip hal itu merupakan kesalahan besar.

Istilah tersebut bisa mengandung arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan agama Budha yang mengandung arti agama yang dibangun oleh Sidharta Gautama Budha atau paham yang berasal dari Sidharta Gautama.

Analogi nama dengan agama-agama lainnya tidaklah mungkin bagi Islam. Berdasarkan keterangan tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah swt, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya.

Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu Allah swt. Dengan demikian, secara istilah, Islam adalah nama agama yang berasal dari Allah swt. Nama Islam tersebut memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan tertentu, atau negeri tertentu.

Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah swt. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. pada berbagai kelompok manusia dan berbagai bangsa yang ada di dunia ini.

Islam adalah agama Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain, seluruh Nabi dan Rasul beragama Islam dan mengemban risalah menyampaikan Islam. Hal itu dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an yang menegaskan bahwa para Nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.

Kesimpulannya, Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh, dan damai. Sedangkan menurut istilah, Islam adalah nama agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar dan sesuai fitrah kemanusiaan. Islam diturunkan bukan kepada Nabi Muhammad saja, tapi diturunkan pula kepada seluruh nabi dan rasul. Sesungguhnya seluruh nabi dan rasul mengajarkan Islam kepada umatnya. Wallahu A’lam.

PENGERTIAN-PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

PENGERTIAN-PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh

Pengadilan HAM meliputi :

1. Kejahatan genosida;
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :

1. Membunuh anggota kelompok;
2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :

1. pembunuhan;
2. pemusnahan;
3. perbudakan;
4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6. penyiksaan;
7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9. penghilangan orang secara paksa; atau
10. kejahatan apartheid.

(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Pengertian Anak

Pengertian Anak
Diposkan oleh prabusetiawan di 07:08 . Minggu, 24 Mei 2009

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa :
”Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 330 yang berbunyi :
“belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”.

Pengertian tentang anak secara khusus (legal formal) dapat kita ketemukan dalam pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu :
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan”.

Sedangkan menurut pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah :
“Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) Tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.

Sedangkan menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu:
“Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) Tahun dan belum pernah kawin”.

Jadi, jelaslah bahwa menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, bagi seorang anak yang belum mencapai usia 8 (delapan) tahun itu belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Akan tetapi bila si anak tersebut melakukan tindak pidana dalam batas umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun maka ia tetap dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak.

DEFINISI ANAK DALAM SEBUAH PERADILAN

DEFINISI ANAK DALAM SEBUAH PERADILAN
Banda Aceh, gugustugastrafficking.org-Mengutip Konsiderans dari Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Hal tersebut merupakan satu harapan yang ingin kita wujudkan di negara ini.

Namun, hal ini menimbulkan kontra dengan apa yang terjadi pada tanggal 29 Mei 2009 lalu, dimana diberitakan oleh kompas.com tentang penangkapan oleh polisi dari Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta terhadap ke-10 (sepuluh) orang anak yang pada saat itu telah bermain judi dengan taruhan Rp 1.000 per anak di kawasan bandara. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar SD negeri Rawa Rengas dan pekerjaan mereka sehari-hari adalah menjadi penyemir sepatu di kawasan bandara Soekarno-Hatta. Tentunya, berita tersebut adalah salah satu dari sekian banyaknya permasalahan yang berisikan lembaran suram untuk masa depan anak-anak Indonesia yang telah merayakan Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli 2009 lalu.

Di lihat dari Undang-undang No. 23 Tahun 2009, definisi anak pada Pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Seperti yang diberitakan, bahwa usia anak-anak tersebut masih berusia 10 sampai dengan 16 tahun, maka hal tersebut menjadi pertanyaan, pantaskah mereka diberlakukan seperti itu? Tentunya hal itu akan menimbulkan pro dan kontra dari para pihak dalam mengnyikapinya. Sementara pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri mengirimkan surat kepada PN Tangerang meminta agar proses persidangan bagi 10 anak yang didakwa berjudi itu diadakan secara maraton dengan vonis bebas murni. Sekretaris Jenderal Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan, dasar dari permintaan itu karena dakwaan terhadap anak-anak tersebut mengada-ada: ”Lagi pula sebagian anak-anak itu masih sekolah, Saya harap mereka akan masuk sekolah lagi,” ujarnya.

Selain mendesak menghentikan proses persidangan dan membebaskan anak-anak tersebut dari jeratan hukum, KPAI juga meminta agar kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang telah menghukum mereka meminta maaf kepada anak-anak tersebut.Komisi Perlindungan Anak Indonesia, menyatakan menyesalkan sikap kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan negeri yang telah menghukum anak-anak tersebut. ”Kedatangan kami pada intinya ingin agar anak-anak itu dibebaskan dari segala hukuman dan nama baik mereka harus dibersihkan. Proses hukum yang dilakukan selama ini melanggar Pasal 16 dan 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”. Dampak atas perbuatan yang dilakukan anak-anak tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 303 kesatu butir kedua KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) mengenai perjudian yang ancaman hukumannya 10 tahun. Selain itu, para terdakwa (anak) didakwa dengan dakwaan subsider, yakni melakukan perjudian yang melanggar Pasal 303 bis KUHP. Hal ini terlihat ketika adanya proses persidangan terhadap anak-anak tersebut yang dilakukan pada sidang pertama hari senin tanggal 13 Juli 2009, dimana mereka disangka, dituduh telah melanggar Undang-undang pidana.

Memang persidangan tersebut tertutup untuk umum, dimana para hakim, jaksa, dan pengacara juga tidak memakai jubah saat bersidang, melainkan berbaju safari. Namun, hal tersebut justru merupakan hal yang keliru bila tetap dilakukan. Proses persidangan ke dua yang kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa pada tanggal 21 Juli 2009 justru mengenyampingkan pelaksanaan suatu proses yang pada dasarnya adalah proses penyelesaian tindak pidana anak atau kasus anak yang berhadapan dengan hukum dari proses formal ke informal atau juga disebut dengan Diversi.

Mengenal Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Peradilan Anak.

Proses Diversi bertujuan untuk menghindari efek negatif dari proses pengadilan pidana anak terhadap jiwa dan perkembangan anak di masa depannya. Tujuan lain dari Diversi adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas terhadap anak untuk dididik atau dibina olah orang tuanya atau lembaga-lembaga kemasyarakatan atau negara. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bila proses persidangan juga masih tetap diberlakukan, maka dapatkah anak-anak tersebut mendapat kehidupan lanyaknya anak lain yang hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi secara optimal seperti anak-anak lainnya yang tentu tidak terbelenggu dengan persidangan dan mungkin juga akhir hukuman yang jatuh kepada mereka untuk tinggal dan menetap di lembaga permasyarakatan.

Diversi, merupakan aturan ke-11 United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules). Diversi sendiri dalam pengaturan sistem peradilan pidana anak di indonesia memang belum mendapatkan pengaturan yang tegas, namun pada Pasal ayat (1) 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyebutkan bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pada ayat (2), Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini seharusnya kembali dipikir ulang oleh berbagai pihak, bukan hanya Kepolisian dalam menangani perkara anak tersebut. Tapi juga Jaksa, Hakim, Penasihat Hukum dan juga seluruh komponen banga dan negara ini.

Konsep pencegahan yang dipikirkan adalah untuk tidak munculnya persidangan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum dengan melakukan pertemuan secara bersama untuk berdiskusi atau musyawarah. Tentunya musyawarah yang dilakukan juga untuk menjadi sebuah pembelajaran bagi si orang tua secara khususnya. Sama seperti halnya dengan Konsep Diversi yang memang belum mendapatkan pengaturan yang jelas dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Restorative Justice merupakan suatu konsep yang pada dasarnya menyelesaikan penyelesaian tindakan pidana yang dilakukan oleh anak dengan cara penyelesaian diluar criminal justice sistem (sistem peradilan pidana). Proses restorative justice bertujuan mencarikan jalan keluar dari keadilan model tradisional yang berpusat pada jatunyan hukuman terhadap mereka yang melakukan tindak pidana untuk menimbulkan efek jera. Seseorang yang melanggar hukum pidana akan berhadapan dengan negara melalui aparatur penegak hukumnya.

Sebagai sebuah instrumen pengawasan sosial, hukum pidana menyandarkan diri pada sanksi karena fungsinya memang mencabut hak orang atas kehidupan, kebebasan, atau hak milik mereka. Bagaimana dengan Indonesia, tentunya konsep restorative jusrtice bila kita melihat UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), pada Pasal 66 menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap anak dilakukan sebagai upaya terakhir untuk anak. Hal ini juga disebutkan dalam UU No. 23 Tahun 2002 pada Pasal 64 yang menyatakan secara tegas bahwa penjatuhan sanksi yang tepat adalah untuk kepentingan terbaik bagi anak.

PENUTUP.

Pengadilan telah menjalankan persidangan terhadap ke-10 anak tersebut, maka pantaskah mereka mendapat perlakuan seperti itu. Sungguh hal tersebut harus benar-benar kita pikirkan secara bersama untuk kedepannya. Hal yang senada juga dikatakan ahli hukum pidana, Prof Dr Indriyanto Seno Aji. Menurut dia, “untuk perkara-perkara tertentu, seperti yang didakwakan kepada 10 anak itu, bisa dilakukan diskresi sesuai restorasi justice”. Bagaimanapun mereka bukanlah orang dewasa, permainan judi yang mereka lakukan juga merupakan hal yang secara tidak lansung mereka dapatkan dari lingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak tersebut dapat dibedakan, apakah itu sebuah kenakalan atau hal tersebut masuk dalam sebuah bentuk kejahatan (kriminal) sebagaimana dirumuskan dalam sebuah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Suatu bentuk yang harus kita pikirkan kedepannya adalah bagaimana hal ini kembali tidak terulang kembali, untuk masa depan anak-anak Indonesia yang merdeka, bebas, dan bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut. Maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Tanggungjawab tersebut secara khusus berada pada orang tua si anak, tetapi juga menjadi tanggungjawab kita bersama dalam perwujudan anak-anak Indonesia. Baik Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Hal ini sebagaimana telah diamatkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002.

Integritas;

Integritas;
Pegabungan dari beberapa kelompok yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama..
Dalam suatu perusahaan kalau sesorang sudah diragukan integritasnya, berarti karyawan tersebut sudah diragukan kemauannya untuk menjalankan peraturan yang ada dan cendrung melakukan hal hal yang merugikan perusahaan.

Loyalitas : setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi sesorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/ perusahaan tempat dia meletakan loyalitasnya.

Tanggung Jawab
Tekanan sosial yang mengikat sesuai dengan kewajiban dan tugas yang dibutuhkan status sosial itu sendiri..

Arti Sebuah Tanggung Jawab

Suatu hari saya datang ke kantor shiyakusho (kantor pemda) Kyoto untuk mengurus dokumen kependudukan. Dokumen tersebut diperlukan sebagai syarat administrasi sewa rumah di daerah Rokujizo, Jepang.

Saya sangat terkesan saat berhadapan dengan petugas shiyakusho, yang notabene adalah pegawai pemerintah (PNS). Ketika itu, saya minta sertifikat kependudukan lima lembar untuk lima anggota keluarga saya. Petugasnya bilang "kenapa musti lima lembar? Ini kan bisa dijadikan satu saja".

Meski sebenarnya saya sudah diwanti-wanti oleh orang kantor perumahan agar bawa lima lembar, namun akhirnya saya menuruti usul pegawai shiyakusho tadi, karena lebih efisien, bayarnya hanya selembar saja yaitu 350 yen (Rp 40.000/lembar), itu penghematan sekali bila dibanding harus bayar lima lembar sertifikat.

Sekembalinya ke kantor perumahan, ternyata mereka tidak mau menerima dokumen yang saya bawa, karena jumlah dokumennya tidak sesuai dengan yang mereka perlukan. Kemudian petugas perumahan tersebut meminta saya kembali lagi ke kantor shiyakusho.

Sesampainya di kantor shiyakusho, petugas jaganya kaget melihat saya datang kembali. Kemudian petugas tersebut menelpon kantor perumahan. Dalam pembicaraan yang sempat saya dengar, dia mendebat orang perumahan mengenai persyaratan yang memberatkan warganya. Katanya, "kalau bisa dijadikan satu kenapa harus lima?" Menariknya lagi, dia bilang bahwa dengan meminta lima lembar sertifikat berarti akan memboroskan uang konsumen.

Diakhir pembicaraan, orang shiyakusho menang. Keputusannya adalah cukup satu lembar sertifikat saja dengan sedikit revisi. Setelah dicetak, petugas shiyakusho memberikan dokumen baru tersebut pada saya secara gratis. Saya bersyukur karena biaya yang dikeluarkan akhirnya jadi berkurang.

Ada yang membuat saya kagum, ketika pamit dari kantor shiyakusho, petugasnya meminta maaf sambil membungkuk beberapa kali karena telah membuat saya dua kali datang ke kantor tesebut.

Saat itu saya tertegun. Ini pegawai shiyakusho sangat "luar biasa". Dia telah membantu saya habis-habisan, namun malah minta maaf pada saya. Sebenanrya dia bisa saja menuruti kemauan dari orang perumahan dengan mencetak sertifikat lima lembar. Urusannya akan jadi cepat beres, tidak perlu menelpon, tidak perlu berdebat dan pemasukan buat kantor shiyakusho akan lebih banyak.

Itulah yang ada dibenak saya seandainya saya ada di posisi dia. Tapi di luar dugaan, ternyata dia tidak begitu, dia lebih memilih untuk membela kepentingan warganya sampai berhasil. Bagi dia, tanggung jawab sebagai pamong yaitu "pelayan masyarakat" harus dikedepankan dan ditunjukkan pada saat seperti itu.

Pembaca yang budiman,

Sulit rasanya menemukan orang yang seperti petugas shiyakusho tadi, di negeri kita tercinta yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sering kita jumpai, hal-hal yang harusnya gampang malah dipersulit, sehingga urusan menjadi panjang dan memakan biaya besar. Padahal Rosululloh telah bersabda "permudahlah urusan orang, jangan dipersulit!"

Hari itu saya mendapatkan pelajaran "arti sebuah tanggung jawab" dan bagaimana menjadi seorang pelayan masyarakat yang baik. Semoga kita bisa menjadi orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugas/amanah. Selebihnya, mudah-mudahan kita bisa membantu dan mempermudah urusan orang lain.
Amien.

MEMBINA MUKMIN SEJATI

MEMBINA MUKMIN SEJATI


(1.) Tidak salah mencari kekayaan dan kesenangan yang halal, banyak pun tidak mengapa tetapi hendaklah takut dengan Tuhan karena ia selalu saja menjadikan kita sombong dan melalaikan kita.

(2.) Janganlah kita ghairah sangat hendak merebut jabatan pemimpin kerana ia adalah amanah dan tanggungjawab yang besar. Kalau kita diberikan juga jabatan itu tanpa kita minta, sedangkan kita mampu, tidak salah pula kita terima tetapi kenalah kita takut dengan Tuhan.

(3.) Fitrah yang murni ia tidak membohongi kita. Ia selalu saja boleh menerima kebenaran tetapi yang menghalangnya adalah nafsu dan syaitan.

(4.) Hendaklah kita membuang sungguh-sungguh sifat tamak karena dengan sifat itulah kita cinta dengan dunia. Apabila kita cinta dengan dunia, kita tidak rasa cukup dengan apa yang ada, sifat tamak dan sifat bakhil datang, akhirnya ia menjadi rebutan. Di sinilah rahsia hilangnya ukhuwah dan sebab timbulnya perpecahan. Hendaklah kita buang sungguh-sungguh.

(5.) Orang yang tamak tidak akan terasa lagi besarnya nikmat Tuhan. Yang ada, dia seolah-olah tidak nampak lagi apa yang dia ada. Benda yang tiada itulah yang menjadi fikiran dan ingatannya. Sebab itu orang yang tamak selalu saja susahkan apa yang tiada.

(6.) Orang mukmin yang sejati itu walaupun dia tidak menolak nikmat dunia, tetapi nikmat itu dia tidak jadikan rebutan. Dia boleh bertolak ansur dengan orang lain.

(7.) Salah satu daripada yang boleh membawa pecah belahnya orang Islam kerana cintakan dunia, maka berebutlah mereka untuk mendapatkannya dengan itu terjadilah perbalahan.

(8.) Di akhir zaman ini, orang selalu memperjuangkan haknya. Kalau tidak dapat bisa jadi masalah. Jarang sekali di akhir zaman ini orang yang berjuang mengorbankan haknya demi keridhoan Allah dan khidmat untuk masyarakat.

(9.) Anggaplah nikmat dunia yang Allah beri itu kita tidak layak menerimanya tetapi Allah Taala beri untuk menguji kita apakah kita boleh bersyukur padaNya.

(10.) Sepatutnya orang mukmin itu makin bertambah nikmat, makin bertambah risau kerana nikmat yang sedia ada belum boleh bersyukur , kemudian ditambah lagi nikmat. Ini ditakutijuga tidak akan bersyukur.

(11.) Bila rasa bertuhan itu tidak ada, secara otomatis , rasa kehambaan tidak ada. Diwaktu itu kalau kita beribadah pun bukan boleh menghilangkan mazmumah tetapi dia menyuburkan mazmumah. Akhirnya ibadahnya itulah yang menghijab diri dengan Allah Taala.

(12.) Kita beribadah dengan tujuan menyembah Allah yang memang patut disembah. Jangan pula kita beribadah itu untuk menyembah nafsu kita dengan cara membina mazmumah.

(13.) Orang mukmin sejati itu kalaulah menasihat itu bukan satu kewajiban, rasanya hendak meninggalkan saja karena sibuk menasihati diri sendiri.

(14.) Kalau seseorang itu ghairah sangat menasihati orang lain dengan melupakan diri sendiri menunjukkan perjuangannya itu ada kepentingan diri yang tersembunyi.

(15.) Orang mukmin yang sejati itu bukan sahaja sangat menjaga mulut, mata, telinga dan lain-lain anggota lahir, tetapi gerakan hati dan fikiran pun sangat-sangat dijaga kerana ia juga terlibat dengan dosa dan pahala.

(16.) Kalau di dalam jemaah sendiri tidak dapat ditegakkan Islam secara syumul sesuai dengan kuasa yang ada, apa jaminan kita boleh tegakkan Islam secara syumul di dalam negara yang lebih susah lagi.

ILMU DAN PENDIDIKAN

(1.) Kalau orang alim tidak sadar akan kealimannya(tidak mengaku alim) ini petanda baik, tapi kalau orang bodoh tidak sadar akan kebodohannya ia sangat pelik

(2.) Bila guru dan murid tidak kekal kasih sayangnya sampai ke ujung, menunjukkan ia telah dipisahkan oleh cinta dunia.

(3.) Orang yang alim kitab tapi bukan ahli fikir laksana mempunyai emas sebesar tempayan, orang ramai tidak dapat manfaat dari emas tersebut.

(4.) Untuk menjadi alim mudah, tapi untuk menjadi hakim susah, hakim itu didapati oleh orang alim yang bertaqwa.

(5.) Buah ilmu ialah amal ibadah, buah amal adalah akhlak mulia, buah akhlak ialah Ulfah(ramah mesra).

(6.) Mengetahui itu dengan akal, dan mengenal itu dengan hati, sebab itu orang yang kenal Allah akan takut Allah, orang yang tahu dengan Allah dia tidak rasa takut dengan Allah.

(7.) Asam garam, pahit maung di dalam hidup itu, itulah dia pengetahuan tanpa berguru tanpa universiti tanpa degree.

(8.) Orang yang berakal tanpa agama adalah sesat, orang yang beragama tanpa akal adalah beku. Kahwinkanlah antara akal dan agama, maka akan lahirlah hikmah.

(9.) Jadikanlah apa yang dilihat oleh mata itu untuk kita berfikir. Dari berfikir itu itu rasakan dalam hati kebesaran penciptaNya.

(10.) Untuk mendapat ilmu susah. Bila dapat, mengamalkannya lagi susah. Yang paling susah setelah beramal bagaimana untuk menjaga amal jangan sampai kedatangan ujub, ria, sum'ah dan lain-lainnya tapi segala-galanya akan jadi mudah bila Allah pimpin kita.


APA YANG HARUS KITA KATA

1. BILA DI UJI DENGAN KELAPARAN, KETAKUTAN, KEKURANGAN HARTA DAN SEBAGAINYA “AKU DIHUKUM KARENA DOSAKU AKU MEMOHON AMPUN KEPADA-MU YA ALLAH”
.
2. APABILA TUHAN TENTUKAN SESUATU TIDAK SEPERTI YANG KITA MAU, KITA BERKATA “AKU RIDHALAH, ALLAH LEBIH BIJAKSANA DARIKU” KETENTUAN ALLAH LEBIH BAIK DARI KEHENDAKKU.

3. JIKA KITA LIHAT SESEORANG ITU MEMPUNYAI AIB DAN KELEMAHAN KITA BERKATA “KASIHAN ORANG ITU, BERILAH DIA PETUNJUK YA ALLAH”

4. JIKA SAMPAI KEPADA KITA ADA ORANG MENCACI KITA DI ATAS KEBURUKAN KITA, KITA PUN BERKATA “JIKA BENAR APA YANG DIA KATA, AMPUNKANLAH DOSAKU YA ALLAH, BERILAH AKU PETUNJUK JIKA APA YANG DIKATAKANNYA ITU DUSTA, AMPUNKANLAH DOSANYA, BERILAH DIA PETUNJUK”

5. JIKA ADA ORANG MEMUJI KITA DI BELAKANG ATAU DI HADAPAN KITA, KITA RASA MALU, RASA BERDOSA MERASA TERSIKSA JIWA , KITA TIDAK TIDUR MALAM DIBUATNYA, KITA BENCI DENGAN KATA-KATA ITU

Jadi Pemuda Berkualitas

Jadi Pemuda Berkualitas? Siapa Takut?
Jadi Pemuda Berkualitas?? Siapa Takut?

Setiap hari kami saksikan kesadisan
di luar logika,
juga pertikaian yang tak selesai
diiringi goyang bor patah-patah,
gosip para selebriti
serta gentayangan para hantu
setiap jamnya

Kami larut dalam kisah cinta
anak sekolah berseragam putih merah
putih biru dan putih abu-abu
sambil menertawakan si Yoyo, Cecep, Sin Chan, dan bidadari,
lalu sibuk mendukung bintang baru lewat SMS

Dari pagi sampai malam
kami menghafal televisi
kami cerna kelicikan, darah, goyangan,
dan semua jenis hantu
sambil mendebukan buku-buku

Di sekolah, guru bertanya
tentang cita-cita
dan sambil menguap panjang
kami menjawab
Kami ingin jadi orang paling berguna bagi negeri ini
seperti yang pernah dinasihatkan
orangtua, guru, pejabat, politisi, ulama, dan selebriti kami di televisi

(“Anak Televisi”, oleh Abdurahman Faiz)


Sebuah puisi yang cukup menohok dan menghenyakkan saya. Betapa tidak? Faiz, peyair yang masih duduk di Sekolah Dasar tersebut, sudah dapat meluncurkan kata-kata sederhana tapi tajam tentang sosok anak-anak muda Indonesia sekarang. Sebuah hal yang bahkan saya kurang sadari... bahwa saat ini yang hilang dari mayoritas pemuda Indonesia, terutama pemuda Islam, adalah semangat dan kesungguhannya untuk benar-benar menjadi orang paling berguna bagi negeri dan pemuda berkualitas. Bukan lagi sekedar kata-kata hafalan tanpa makna seperti yang disinggung Faiz dalam puisi di atas , “...sambil menguap panjang kami menjawab, kami ingin jadi orang paling berguna bagi negeri ini, seperti yang pernah dinasihatkan orangtua, guru, pejabat, politisi, ulama, dan selebriti kami di televisi.”

Hal tersebut memang benar adanya. Banyaknya artikel-artikel di media cetak tentang kenakalan anak muda mengindikasikan bahwa semangat dan kesungguhan mereka untuk menyumbangkan sesuatu yang positif bagi negara atau paling tidak buat lingkungan mereka sendiri, telah berkurang. Mereka lebih memilih mencari kesenangan pribadi daripada memberikan kesenangan dan manfaat kepada orang lain. Atau coba kita lihat diri kita sendiri... Sering juga kita melakukan hal yang sama dengan mereka. Kita sering merasa berat untuk membantu kerja sebuah kepanitiaan dengan alasan malas dan bermacam-macam alasan lainnya yang terkadang tidak masuk akal. Kita lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer memainkan game favorit kita daripada memanfaatkannya untuk menghasilkan suatu karya yang lebih bermanfaat bagi orang banyak. Kita lebih suka membiarkan diri terhipnotis dengan acara televisi selama berjam-jam daripada membaca buku untuk menambah ilmu pengetahuan. Kalau pemuda Islamnya seperti ini, bagaimana nasib umat Islam nantinya? Selain itu, bagaimana nasib negara kita nantinya?

Padahal, ada sebuah pepatah yang berbunyi, “Negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat dari sosok pemudanya.” Bahkan Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa pemuda adalah salah satu dari lima pilar yang dibutuhkan untuk membangun negara tangguh selain pemimpin yang adil, ulama, wanita solehah, dan ummat yang baik. Seharusnya, kita sebagai pemuda/i Islam merasa tersanjung dengan hal tersebut kemudian berusaha melakukan yang terbaik untuk mewujudkannya. Tapi, mungkin saja, ada beberapa dari kita merasa bingung, tidak puas dan bertanya, “Kenapa harus pemuda?”. Jawabannya cukup sederhana, karena pemuda adalah kumpulan anak-anak muda dengan semangat besar, daya serap dan pikir yang cepat juga fisik yang masih prima. Karena peranan pemuda yang strategis itulah, Soekarno sampai berani mengatakan sesuatu yang masih dikenang dunia hingga sekarang, “Berikan kepadaku 1000 orang tua, aku sanggup mencabut Semeru dari uratnya. Tapi, berikan kepadaku 10 pemuda maka aku sanggup menggoncangkan dunia.”

Pertanyaannya sekarang adalah, “Pemuda seperti apa sih yang bisa menggoncangkan dunia dan menjadi pilar negara?”. Tentu saja jawabannya bukan pemuda yang suka menghabiskan waktunya dengan bersantai-santai, pasif, dan tidak mempunyai kesungguhan untuk terus berkarya bagi ummat. Pemuda yang dimaksud haruslah pemuda yang berkualitas. Ia haruslah seorang yang dinamis, aktif berkarya membuat perubahan, kreatif, revolusioner dan yang tidak kalah penting adalah beriman dan bertakwa. Dinamis, karena kehidupan ini tidak selamanya berada di atas, bisa saja ia meluncur ke titik terbawah dalam hidup kita. Oleh karena itu, pemuda yang dinamis, peka dalam menyikapi perubahan, akan sanggup bertahan daripada mereka yang tidak peka dalam menyikapi perubahan. Aktif berkarya dalam membuat perubahan lebih baik daripada terus berdiam diri menunggu seseorang merubah keadaan. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri... (QS 13: 11)”. Pemuda yang kreatif akan mempunyai banyak solusi dalam menghadapi setiap permasalahan. Pemuda pun harus siap menjalankan perannya sebagai seseorang yang revolusioner, menjadi agen peubah masyarakat dari tidak baik menjadi baik dan dari kurang baik menjadi lebih baik. Akan menjadi sesuatu yang lengkap jika pemuda tersebut juga mempunyai keimanan, ketakwaan, akidah, ibadah, dan akhlak yang baik sehingga bisa menjadi teladan bagi yang lainnya.

Truss... Gimana sih caranya untuk jadi pemuda yang berkualitas dan mempunyai kesungguhan dalam berkarya? Untuk mewujudkannya, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu hati nurani (spiritual intelligence), emosi (emotional intelligence), akal (intellectual intelligence), dan fisik. Menurut As-Syahiid Hasan Al-Banna hal-hal tersebut dapat dimaksimalkan melalui perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa dapat dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan. Rajin menambah ilmu dengan mengikuti kajian, seminar, mentoring atau training; melakukan introspeksi diri; melembutkan hati dengan banyak berdoa merupakan cara-cara yang dapat ditempuh untuk mendidik dan membina jiwa. Setelah ilmu didapat, hal berikutnya yang dapat dilakukan adalah menumbuhkan semangat dan kesungguhan untuk mengimplementasikannya dalam amalan nyata. Caranya? Pahamilah ilmu yang telah kita peroleh, apa sih manfaat dan kegunaan dari ilmu tersebut. Misalnya, ilmu tentang Information Technology (IT) yang kita pelajari selama ini ternyata bisa dimanfaatkan untuk banyak hal lho!!! Dengan ilmu tadi, kita bisa saja membuat sebuah website yang berisikan informasi-informasi Islam, bisa membuat program-program keren dan bermanfaat banyak, bisa buat nyari duit juga nantinya... (oops, money-oriented!!). Nah, bener-bener gak ada ruginya kan? Ilmu yang kita pelajari gak sia-sia, dapat uang, juga pahala... tapi dengan catatan: semua itu harus dilakukan dengan iklash.

Jika semua pemuda Islam di Indonesia bertekad untuk menjadi pemuda berkualitas, impian akan kejayaan Islam dan ketangguhan negara Indonesia nantinya, besar kemungkinan akan terwujud. Karena di hadapan kita – bisa jadi – akan muncul lagi pemuda-pemuda tangguh yang mengikuti jejak Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Mus’ab bin Umair; pemuda Yahya Ayyash, Imad Aqdil, Izzudin Al Qasam, dan mujahid-mujahid muda Palestina lainnya. Dengan demikian, cita-cita untuk menjadi orang yang paling berguna bagi negeri ini juga sudah bukan lagi kata-kata tanpa arti, bukan lagi impian yang tidak tau kapan akan berakhir, tapi sebuah impian yang bisa diwujudkan menjadi kenyataan manis. Pastinya, pada pengen banget kan hal tersebut terjadi pada diri kita? So, jadi pemuda berkualitas? Siapa takut?

GENERASI HARAPAN

GENERASI HARAPAN

Pendahuluan
“Demi Rabb Muhammad, sekiranya bukan karena bertentangan samudera ini yang menjadi penghalang, niscaya aku taklukan seluruh jagad raya ini demi meninggalkan kalimat-Mu, wahai Rabbku, Saksikanlah….”

Ungkapan itu terlontar dari mulut Uqbah bin Nafi’ (Panglima pasukan penakluk afrika), seorang pemuda pada zaman Bani Umayyah yang diucapkannya ketika ia berdiri di hadapan Samudera Atlantuk yang luas. Kalimat tersebut menyiratkan adanya sebuah tekad dan semangat yang kuat berkobar. Seolah ia ingin menunjukan bahwa sebagai pemuda ia mampu meraih dan mencapai cita-cita yang luhur.

Tidak mengherankan, apabila pemuda sering diibaratkan bagai urat nadi yang senantiasa berdenyut, bergetar, meletup-letup, dan bergejolak. Ia adalah produk generasi yang memiliki semangat perjuangan dan pengorbanan yang tinggi, serba ingin tahu, peka, penuh kepedulian, dan mampu menerima perubahan dari hal-hal yang butuk kepada yang baik atau sebaliknya. Dari ungkapan Uqbah bin Nafi’ diatas kita bisa melihat semangat perjuangannya yang begitu tinggi, sehingga bila bukan karena samudera yang menjadi penghalang, ia berani menaklikkan jagad raya demi tegaknya Islam di muka bumi.

Dr. Syakir Ali Salim Ad-Daulah mengatakan dalam bukunya Pemuda Islam, di seputar Persoalan yang menghadangnya bahwa pemuda adalah masa depan umat, masa depan dunia dan kemanusiaan. Tentu layaklah bila kemudian pemuda dijadikan sebagai ujung tombak pelaku perjuangan.

Pemuda dalam Islam
Islam memandang usia muda sebagai usia yang mengandung nilai sangat khusus, seperti yang Rasulullah saw. Ungkapkan:

”Gunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya yang lima (uzur), yakni: masa mudamu sebelum tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum datang miskin atau fakir, masa hidupmu sebelum matimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu.” (Hadits Ibnu Abbas r.a. Riwayat Al Hakim)
Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: Rasulullah saw, bersabda, ”ada dua nikmat dimana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan.” (H.R. Bukhari dikutip dari Tarjamah Riyadhush Shalihin karya Imam Nawawi)

Kecenderungan hidup santai dan berleha-leha adalah satu bentuk aktivitas pemuda yang tidak memahami nilai waktu. Penyakit ini seringkali menghinggapi pemuda. Pdahal, apabial seseorang sudah tidak bisa lagi menghargai nilai waktu, ia tidak akan mampu menata dan mengatur waktu sesuai dengan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Segala bentuk tanggung jawabnya akan terbengkalai dan akhirnya cita-cita yang sudah dirancang menjadi angan-angan belaka.

Kita mengapa tidak bisa memungkiri bahwa kuatnya jerat ghodzwul fikri yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam menjadi salah satu faktor lalainya pemuda. Namun, apabila hal ini diimbangi dengan ketahanan dan kekuatan iman yang kokoh niscaya pemuda akan mampu tampil sebagai sosok mukmin yang ideal. Ia akan mampu mengolah potensi jasmani, akal, dan jiwanya sehingga berkembang maksimal membentuk pribadi yang kokoh, tangguh penuh semangat, dan mampu menompang kebangkitan Islam.

Masa muda hendaknya dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat, sebab kesempatan itu hanya datang sekali dalam rentang waktu kehidupan manusia di dunia. Tenaga yang masih segar ditambah dengan semangat yang menyala merupakan modal utama untuk mengejar kesempatan emas menyongsong masa depan melalui ilmu pengetahuan. Pada saat usia semakin menua, kesempatan itu tak banyak diharapkan. Oleh karena itu, gunakan usia muda untuk menunaikan kewajiban membela agama Allah dengan sebaik-sebaiknya.

Apabila hidup kita diabdikan guna kepentingan agama, niscaya Allah akan senantiasa melindungi dan memayungi gerak langkah kita.

”...Jika Kamu menolong (Agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad: 7)


Rasululllah saw. bersabda:
”Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindugan selain perlindungannya...(satu diantaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah.” (H.R. Syaikhoni)

pemuda muslim yang pandai menggunakan kesempatan dan waktu yang dimilikinya akan mempunyai jiwa yang senantiasa bersungguh-sungguh, bekerja keras dan selalu mengadakan hubungan baik dengan Allah. Seperti layaknya generasi pertama mukmin yang digembleng Rasulullah saw., Dalam usianya yang masih sangat muda, mereka telah mampu memberikan kontribusi pada dienul Islam. Umar bi Khatab yang berusia 27 tahun, Zaid bin Haritsah 20 tahun, Sa’ad bin Abi Waqash 17 tahun dan yang termuda Ali bin Abi Thalib, yang pada saat itu masih berusia 8 tahun. Mereka memang generasi satu-satunya yang memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda dengan umat lain. Jadi wajarlah bila Allah memuji mereka sebagai generasi (umat) terbaik, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya:

”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah....” (Q.S. Ali Imran: 110)

Bahkan Rasulullah pernah mengungkapkan bahwa kemenangan Islam juga disebabkan oleh kontribusi pemuda dalam perjuangan risalah ini:

”Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu berilah wasiat yang baik untuk mereka.”

Perbedaan jarak dan waktu, bukan alasan bagi kita untuk menjadi generasi yang lemah. Seperti Yahya Asyash ketangguhan, kesungguhan, dan kedekatannya dengan Allah menjadikannya seorang mujahid muda Palestina yang mampu menciutkan hati tentara-tentara Israel. Semangat yang tinggi untuk membela Palestina membuatnya selalu jadi incaran Zionis. Akhirnya seorang kolaborator Zionis, Usamah Kamal Hamad, yang terjebak sebagai kawan Asyash mengakhiri perjuanganya lewat dering telepon genggam yang diberikan bahan peledak. Allah menganugerahkan dengan syahid pada usia 31 tahun, ia syahid karena membela aqidah Islam, berjihad dibawah panji Al Quran, membela tanah airnya Palestina dan melawan perampok tanah Palestina dari konspirasi Yahudi. Penderitaan yang ia rasakan akibat kekejaman Israel telah membentuk siakp dan karakternya yang ulet, gigih, dan keras (dikutip dari Majalah Islah No. 58/Th. IV, 1996).

Bekal yang Harus Dimiliki Pemuda Islam

Dalam menghadapi rintangan dan hambatan yang menghalangi gerak langkah pemuda tentunya diperlukan bekal dan modal yang cukup agar langkah yang telah ditempuh tidak diperlukan bekal dan modal yang cukup agar langkah yang telah ditempuh tidak surut ditengah jalan. Yaitu langkah untuk senantiasa menegakkan Al Islam dimuka bumi. Bekal ini tidak semata-mata sebagai penentu langkah awal, tetapi juga sebagai kekuatan penerus perjuangan. Ulama berpendapat bahwa bekal yang harus dimiliki seorang pemuda Islam adalah sebagai berikut:

A. Aqidah yang Kuat (saliimul ’aqidah)
Aqidah adalah modal utama perjuangan. Bentuk daari kesiapan aqidah adalah taqwa.
”Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 197)
Aqidah merupakan tolak ukurar unutk menilai iman seseorang. Seorang pemuda muslim adalah pemuda yang memiliki aqidah, keyakinan, ketergantungan yang kuat terhadap Allah semata, dan tidak mencampur-adukkan aqidahnya dengan aqidah-aqidah lain.

B. Ibadah yang baik dan benar (shalihul ’ibadah)
Menurut Abdullah Nashih ’Ulwan, ada dua faktor yang harus diprthatikan dalam ibadah, yaitu:
Pola atau bentuknya dan konsistensi atau kesungguhan dalam melaksanakannya di manapun dan dalam kondisi apapun. Jika ibadah sudah dilakukan secara benar dan konsisten dengan sendirinya akan terefleksi pada diri pemuda sebagai tanda bahwa ia memang seorang yang bersungguh-sungguh.
”Padahal mereka tidak disurh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan agama dengan lurus), dan supaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al Bayyinah: 5)

C. Sempurnanya akhlak (matiinul khuluq)
Dalam upaya pembinaan idividu dan pendidikan masyarakat, Islam sangat memprioritaskan segi-segi akhlak dalam pengertian yang luas, seperti benar dalam ucapan dan tindakkan, penuh rasa tanggung jawab (amanah), menepati janji, toleransi, pemaaf, dll. Akhlak yang diwujudkan dalam bentuk panutan (qudwah) yang baik, sungguh sangat efektif sebagai sarana menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok bumi dan untuk menuntun manusia kejalan keimanan dan kebaikan.

”Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)....” (Q.S. An Nisaa’: 86)

D. Kematangan intelektual ( mutsaqqoful fikri)
Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar menegaskan, pada dasarnya dunia Islam telah dicemari oleh berbagai ideologi, pemikiran, sistem hidup, serta aliran-aliran filsafat yang sengaja disusupkan kedalam ajaran Islam sebagai upaya memalingkan pandangan muslim kepadanya.
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (antara) jalan yang benar dan jalan yang salah....” (Q.S. Al Baqarah: 256)

Untuk itu agar bisa membedakan kebenaran, seorang pemuda dituntut memiliki kemampuan intelektual yang memadai.

E. Jasad yang kuat (qowiyyul jismi)
Rasulullah saw. dikenal memiliki kekuatan fisik yang luar biasa. Beliau mampu meladeni tantangan Ubay bin Khalaf di Perang Uhud. Beliau berhasil menikam tombaknya tepat mengenai dada Ubay bin Khalaf, sehingga membuatnya jatuh terpental dari atas kuda dan bersimbah darah. Para sahabat pun meminta bantuan Rasul untuk memecahkan sebuah batu dalam paritpada saat perang Khandak. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan Abdullah Nashih ’Ulwan, Rasulullah sangat menekankan pentingnya daya tahan tubuh yang kuat dan bahwa orang mukmin yangkuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang mukmin yang lemah.

Seperti firman Allah yang berbunyi:
”Dan siapakah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu....” (Q.S. Al Anfal: 60)

F. Teratur dan cermat dalam berkaya (munazhzhomun fii syu’unihi)
Seorang mukmin harus selalu bekerja secara profesional sehingga menghasilkan karaya yang berkualitas.

Rasulullah saw, bersabda:

”Setiap manusia bekerja, maka ada yang menjual dirinya dengan bekerja berat untuk keselamatannya atau kecelakannya.” (H.R. Muslim dikutip dari Tarjamah Riyadhush Shalihin karya imam Nawawi)

G. Memperhatikan waktu (hariitsun ’ala waqtihi)
Memperhatikan waktu adalah penting. Ustadz Hasan Al Banna mengingatkan kepada kita bahwa waktu adalah kehidupan itu sendiri, kalau tidak digunaklan sebai0baiknya berarti telah menyia-nyiakan hidup. Waktu kita sangat terbatas, untuk itu diperlukan pengaturan seefektif dan seefesien mungkin. Jangan sampai kita gunakan untuk kepentingan sesuatu yang sia-sia, atau bahkan maksiat.

”Maka apabila kamu telah selesai (dari segala urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S. Alam Nasyrah: 7)

H. Bermanfaat bagi orang lain (naafi’un lil ghairi)
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ’alamin, sehingga seorang muslim harus menjadi rahmat bagi alam. Pemuda harus mampu memberi manfaatkepada diri-sendiri, orang lain, dan alam sekiitarnya dalam rangka menegakkan Islam di muka bumi.

Dari Abi Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaa Al Khuri r.a. bahwa sanyaRasulullah saw., telah bersabda: ”Janganlah saling memudharatkan.” (H.R. Ibnu Majah-Darquthni dll)


Peranan Pemuda Islam
Pemuda merupakan titik penting bagi perkembangan sebuah bangsa. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah saw. sangat menekankan pentingnya pembinaan ruh dan mental (fisik) kepada kaum muda. Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda seperti dibawah ini:

A. Pemuda sebagai generasi penerus (Q.S.AL Baqarah: 132-133)
Pemuda adalah penyambung generasi kaum beriamn sebelumnya (Q.S.Al Furqan: 74)
”Dan orang-orang yang beriman,dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka....”(Q.S Ath Thuur: 21)

Berapa banyak umat manusia yang pupus dan musnah peradabannya tanpa bekas, bukan jenisnya, akan tetapi ekstensinya tidak bermakna. Genmerasi penerusnya tidak mampu menjaga peninggalan generasi pendahulunya, maka hilanglah kepribadian (indentitas, berubah menjadi pribadi lain yang jauh dari keluhuran fitrah insani.

Apabila pemuda sebagai generasi penerus tidak memiliki ketangguhan dan bekal yang kuat maka akan sia-sialah apa yang sudah dibangun oleh generasi sebelumnya.

B. Pemuda sebagai generasi pengganti
”Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya....” (Q.S. Al Maidah: 54)

Generasi yang sudah ada sebelumnya tentu memiliki kelemahan dan keterbatasan sebagai manusia. Pemuda adalah pengganti generasi sebelumnya, dengan segenap kemampuannya harus mampu mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada.

C. Pemuda sebagai generasi pembaharu atau reformer
”Ingat ketika ia berkata kepada bapaknya: ”Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong sedikitpun.” (Q.S. Mariyam: 42)
Kutipan ayat diatas adalah gambaran kebesaran jiwa pemuda Ibrahim as. Ketika mengenalkan (Agama) Allah Swt., walaupun ia harus berhadapan dengan sang ayah yang masih menyembah berhala.

Reformasi pemuda terhadap ajaran-ajaran tersebut, yang menyimpang dari agama mutlak dibutuhkan, karena pemuda merupakan salah satu pilar kekuatan dawah Islam. Dawah Islam mengajak manusia membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan, kemudian menyerahkan segala bentuk penyembahaan kepada Allah Swt. Saja. Perhatian Islam yang demikian mendalam terhadap pemuda muslim di sengaja aspek kehidupannya, tidak lain adalah agar pemuda muslim memiliki aqidah serta kepribadian yang lkokoh uuntuk kemaksiatan dan kemajuan umat.

Menurut Hasan Al-Bana, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecualidengan perbaiakan jiwa. Perbaiakn jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat doa, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.

Bertolak dari semua itu, Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, pemuda dalam Islammerupakan tumpuan umat, penerus, dan penyempurna misi risalah Illahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, ekstensinya sangat menentukan di dalam masyarajat.

Penutup
Pada akhirnya seberapa besar pun usaha kita bila tanpa diimbangi dengan iman dan takwa serta kedekatan kita terhadap Allah Swt. Hasilnya hanyalah masa depan harus segera mencukupi bekal kita yang masih kurang dan mendekatkan diri pada Pemilik Seluruh Jiwa, agar dekat pula pertolongan-Nya. Ambillaj contoh bagaimana Usamah bin Zaid r.a. dalam usianya yang relatif masih muda mampu mengemban amanah sebagai penglima perang yang tangguh, tanpa melupakan hubungan dekat dengan Rabbnya.

Tauhid dan Aqidah Islam

Tauhid dan Aqidah Islam

LAA ILAAHA ILLALLAH adalah sebuah kata yang sedemikian akrab dengan kita. Sejak kecil (kalau kita hidup di tengah keluarga muslim), kita akan begitu familiar dengan ucapan tersebut. Mungkin karena terlalu biasa mengucapkan kita sering tak peduli dengan makna yang hakiki dari kalimat tersebut. Malahan boleh jadi kita belum paham dengan maknanya. Sehingga bisa saja perilaku kita terkadang bertentangan dengan kandungan dari laa ilaaha illallah itu sendiri tanpa kita sadari.

Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kehidupan keagamaan kita. Kalimat tersebut secara pasti menentukan bahagia dan celakanya kehidupan seseorang di dunia dan akhirat. Terus apakah terlambat bagi kita untuk tahu tentang makna syahadat tersebut di usia kita sekarang ini.? Jawabnya tidak ada kata terlambat sebelum nyawa sampai di tenggorokan kita, mari kita mulai dari sekarang untuk memahaminya. Untuk itu marilah kita mencoba mengangkat masalah makna syahadat ini untuk kemudian dipahami, agar melempangkan jalan kita meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Kalau kita tinjau sebenarnya kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata. Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta'ala berfirman:

"Maka ketahuilah(ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah"
(QS Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun islam yang lain. Disamping itu nabi kita pun menyatakan

"Barang siapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga" ( HR Ahmad)

Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah mereka yang memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang Allah menciptakan alam karenanya. Rasul mengajak paman beliau Abu Thalib, Ketika maut datang kepada Abu Thalib dengan ajakan "wahai pamanku ucapkanlah LAA ILAAHA ILLALLAH sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai hujah di hadapan Allah" namun Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam keadaan musyrik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tinggal selama 13 tahun di makkah menggajak orang-orang dengan perkataan beliau "Katakan LAA ILAAHA ILLALLAH" maka orang kafir pun menjawab "Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar hal yang demikian dari orang tua kami". Orang qurays di Zaman nabi sangat paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

LAA ILAAHA ILLALLAH adalah asas dari Tauhid dan Islam dengannya terealisasikan segala bentuk ibadah kepada Allah dengan ketundukan kepada Allah, berdoa kepadanya semata dan berhukum dengan syariat Allah.

Seorang ulama besar Ibnu Rajabb mengatakan: Al ilaah adalah yang ditaati dan tidak dimaksiati, diagungkan dan dibesarkan dicinta, dicintai, ditakuti, dan dimintai pertolongan harapan. Itu semua tak boleh dipalingkan sedikit pun kepada selain Allah. Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak membatalkannya dengan aktifitas kesyirikan.

Inilah sekilas tentang makna LAA ILAAHA ILLALLAH yang pada intinya adalah pengakuan bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah ta'ala semata.

Perlu untuk diketahui, bahwa telah banyak penafsiran yang bathil yang beredar ditengah masyarakat muslim Indonesia secara khususnya mengenai makna LAA ILAAHA ILLALLAH, dan semoga kita terhindar dari kebathilan ini, yakni:

Laa ilaaha illallah artinya:
"Tidak ada sesembahan kecuali Allah." Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah.

Laa ilaaha illallah artinya:
"Tidak ada pencipta selain Allah." Ini adalah sebagian dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.

Laa ilaaha illallah artinya:
"Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah." Ini juga sebagian dari makna kalimat laa ilaaha illallah. Tapi bukan ini yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.

Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami menghimbau dan memperingati di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti) Laa ilaaha illallah ma'buuda bihaqqin illallah (tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut di atas.

(Dikutip dengan berbagai penyesuaian dari: Kitab Tauhid, Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)

Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illalloh

Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illalloh

Setiap ibadah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut sah. Seseorang yang hendak sholat tentu akan berwudhu terlebih dahulu, karena suci adalah syarat sah sholat. Begitu pula ibadah yang lain seperti haji, puasa dan zakat juga memiliki rukun-rukun dan syarat yang tidak boleh tidak harus dipenuhi. Segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu yang lain disebut syarat. Lalu bagaimana pula dengan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh? Tidak diragukan lagi bahwa syahadat adalah setinggi-tingginya derajat keimanan dan rukun islam yang paling utama. Di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kalimat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ucapkan dianggap sah. Para ulama menjelaskan bahwa syahadat Laa Ilaaha Illalloh memiliki delapan syarat:

1. Ilmu.

Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan mengilmui makna dari kalimat tersebut. Alloh berfirman, “Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui Laa Ilaaha Illalloh pasti masuk surga.” (HR. Al Bukhori dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat Laa Ilaaha Illalloh yaitu tidak ada sesembahan yang haq melainkan Alloh Ta’ala.

2. Yakin.

Yakin adalah tidak ragu–ragu dengan kebenaran maknanya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Alloh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat: 15)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk surga.” (HR. Muslim)

3. Menerima.

Alloh menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illalloh’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Alloh) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’.” (As Shoffat: 35-36)

Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat Laa ilaaha Illalloh. Sungguh hanya Alloh lah yang berhak disembah dan diibadahi.

4. Tunduk.

Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin. Alloh berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.” (Luqman: 22)

Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (HR. Thabrani)

5. Jujur.

Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al ‘Ankabut: 2-3)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang pun bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dan Muhammad hamba Alloh dan rasul-Nya dengan kejujuran hati kecuali Alloh mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Alloh karena tidak jujur. Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Alloh.’ Dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Al Munafiqun: 1)

6. Ikhlas.

Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Alloh saja, tidak kepada selain-Nya. Alloh berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)

Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Alloh mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illalloh karena semata-mata mencari wajah Alloh.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

7. Cinta.

Alloh berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh semuanya dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al Baqoroh: 165)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Alloh dan rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Alloh, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika dilempar ke dalam api.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

8. Mengingkari peribadatan kepada Thoghut.

Thoghut adalah segala sesuatu selain Alloh yang ridho disembah/diibadahi. Alloh berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqoroh: 256)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dan mengingkari sesembahan selain Alloh, haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Alloh Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim)

Perlu diperhatikan, syarat-syarat ini tidak bermanfaat sama sekali jika sekedar dihafalkan, tanpa diamalkan. apakah kita sudah mengevaluasi syahadat kita? Sudahkah terpenuhi delapan syarat ini dalam syahadat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ikrarkan? Belum terlambat. Berbenahlah! Semoga kita bertemu dengan Alloh sebagai seorang yang bertauhid, bukan sebagai seorang musyrik. Wal ‘iyaadzu billah.

ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT, PASTI MASUK SURGA Dr. Yusuf Al-Qardhawi

ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT, PASTI MASUK SURGA
Dr. Yusuf Al-Qardhawi

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya orang yang semasa hidupnya selalu
mengerjakan maksiat, akan tetapi pada akhir hayatnya (ketika
sakaratul maut) dia mengucapkan dua kalimat Syahadat?

Jawab:

Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu
sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar
dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia berhak berada
di sisi Allah dan masuk surgaNya.

Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk
surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang
yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di
neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang
dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi
dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih
ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana
diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,
yaitu:

Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,'
kemudian meninggal, maka pasti masuk surga."

Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Akan keluar
dari neraka bagi orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaha
illallaah,' walaupun hanya sebesar satu butir iman di
hatinya."

Dari Abu Dzar pula, dia telah berkata bahwa sesungguhnya
Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat
Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa
yang meninggal diantara umatmu dalam keadaan tanpa
mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun
dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw. mengulangi sampai
dua kali.

Banyak hadis yang menunjukkan bahwa kalimat Syahadat memberi
hak untuk masuk surga dan terlindung dari neraka bagi yang
mengucapkannya (mengucap Laa ilaaha illallaah). Maksudnya
ialah, meskipun dia banyak berbuat dosa, dia tetap masuk
surga, walaupun terakhir.

Sedangkan yang dimaksud terlindung dari neraka ialah tidak
selama-lamanya di dalam neraka, tetapi diazab terlebih
dahulu karena perbuatan maksiatnya.

MEMAHAMI MAKNA SYAHADATAIN

MEMAHAMI MAKNA SYAHADATAIN


“KATAKANLAH : ‘Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak mempunyai anak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.’”(Q.S Al ikhlash : 1-4)

Rosulullah pernah pada sesuatu saat mengumpulkan kaum kerabatnya dari Quraisy di Bukit Saffa. Ketika ditawarkan kepada mereka satu kalimat yang dengannya mereka akan menguasai dunia, mereka mengatakan, “jangankan satu, sepuluhpun kami mau”. Namun ketika mereka diajak pada kalimat syahadat, serta merta mereka menolak dan mencaci maki rosulullah Saw.

Suatu ketika seorang sahabat mendkwahkan kalimat ini kepada sekelompok Arab Baduy, jawab mereka, “Ini adalah kalimat yang dibenci para raja”. Dan sebagian lagi menjawab, “kalimat ini akan membuat para pengikutnya diusir dari kampong halamannya sendiri”. Kisah kabilah lain ketika diajak pada kalimat syahadat, mereka menjawab, “kami telah mengikat perjanjian dengan kabilah Bani Syaiban”. (dikutip dari Kitab Thoriiqud Da’wah, Sayyid Quthb).

Begitulah reaksi yang dating dari mereka yang diajak kembali pada kalimat fitrah ini. Sebuah reaksi yang menunjukan bahwa mereka faham dan mengerti betul hakikat dan konsekuensi apa yang tersurat dan tersirat dalam kalimat syahadat. Apa konsekuensi yang mereka dapatkan jika ingin menjadi barisan pendukung kalimat ini? Dari pemahaman inilah mereka mengambil keputusan menerima atau menolak. Menerima sepenuh hati tanpa penawaran ataupun syarat tertentu.

Suatu kalimat yang sangat mulia dan agung yang disebutkan dalam Al Qur’an sebagai kalimat Toyyibah. Adalah kalimat yang senatiasa akrab dengan lisan seorang muslim. Setiap saat melakukan shalat kita kembali menegaskan komitmen kita untuk taat kepada-Nya melalui kalimat ini. Dengan kalimat ini pulalah kita dapat membedakan antara seorang Abi Jahal yang lahir dan fasih berbahasa Arab menolak ajaran rosul dengan dengan tetap bertahan sebagai sosok orang kafir. Sebaliknya adapula Hamzah, Khalid bin Walid, Abu Sofyan, hongga Cat Steven, musisi Inggris yang telah bersyahadat menjadi Yusuf Islam, atau seorang Margareth Marcus mantan Yahudi menjadi Maryam Jameelah setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Demikian kalimat Thoyyibah yang digambarkan dalam Al Qur’an yang tiada lain adalah kalimat syahadat. Kalimat yang memiliki nilai – nilai luhur dan keagungan yang tinggi yang tidak bisa disamakan dengan kalimat – kalimat yang lain. Sebagaimana firman Allah Swt :
.. dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S, At-Taubah : 40)



Urgensi Syahadatin

Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa syahadatai yang merupakan pernyataan, persaksian dan sumpah setia kita terhadap Islam merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan kita sehari – hari. Ada tiga alas an utama yang menyebabkan syahadatain menjadi suatu hal yang penting untuk kita pelajari , yaitu :

1. Merupakan gerbang awal pertanda keislaman seseorang
Seorang non-muslim yang ingin masuk Islam, maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah mengucapkan “Dua Kalimat Syahadat” (Syahadatain). Karma syahadatain merupakan suatu pernyataan dirinya terbebas dari segala penghambaan kepada Allah Swt. Dan sekaligus merupakan pernyataan penyerahan dirinya kepada Allah Swt. Inilah kalimat yang akan membawa seseorang kepada keselamatan (islam) dan juga kepada kenikmatan abadi.

2. Merupakan inti/pokok ajaran Islam
Segala macam ibadah, akhlaq, dan syari’at Islam mengacu kepada kalimat ini. Ketika seorang muslim melaksanakan ibadah kepada Allah, pada hakikatnya ia sedang merealisasikan janji dan sumpahnya kepada Allah yang tertuang dalam kalimat ini.

3. Merupakan pembeda seorang muslim dan kafir
Kalimat syahadat membedakan seorang muslim dengan non-moslim (kafir) dalam status maupun balasan yang akan diterimanya dari sisi Allah Swt. Allah akan membalas setiap amal seorang muslim dengan kenikmatan di dunia dan akhirat, sedangkan orang – orang kafir mendapat kesempitan hidup di dunia dan siksaan di akhirat.
”Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun….” (Q.S. An Nuur : 39)
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Q.S. Al Furqaan : 23)

Pengertian ASy-hadu (Bersyahadat)
Kata Asy-hadi mempunyai arti “ saya bersaksi “. Kata ini merupakan suatu bentuk persaksian seorang muslim yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Syahadat mempunyai arti :
 Al i’lanu ( Pernyataan jiwa )
 Al Wa’du ( Janji )
 Al Qasamu ( Sumpah )

Kata syahadat dalam bahasa arab merupakan bentuk fi’il mudhori ( bentuk sekarang dan yang akan datang ). Maka pernyataan, janji dan sumpah seseorang yang telah bersyahadat tidak hanya berlaku pada saat diucapkannya saja, tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ia berlaku mengikat sepanjang hayat, setiap detiknya menuntut pembuktian dari syahadat tersebut ( senantiasa sering berlangsung ). Dengan melihat arti secar bahasa saja, kita sudah bisa dapat merasakan betapa beratnya bobot perkataan “ Asy-Hadu’ yang diucapkan seseorang. Karena dia bukan hanya sekedar pernyataan, janji atau sumpah saja melainkan ketiga-tiganya sekaligus.

Syahadat sebagai pernyataan (Al I'lan)
Bukan sekedar pernyataan 'ya' atau 'tidak' yang menjadi permasalahan, tetapi konsekuensi dibelakang pernyataan ya atau tidak-nyalah yang harus diperhutungkan karna harus ditanggu oleh oleh orang yang membuat pernyataan. ketika seseorang mengucapkan syahadat pada hakikatnya ia sedang mengumumkan proklamasi dirinya terbebas dari semua ikatan kecuali ikatan Allah. sejak saat itu pula ia mengumumkan bahwa ia berbeda dengan yang lainnya. segala atribut dan identitas yang ia sandang kini memcerminkan kini ari proklamasi yang dikumandangkannya. firman Allah Swt :
"...Kalau mereka berpaling, katakanlah (kepadanya) : Saksikanlah bahwa kami adalah orang - orang yang menyerahkan diri (kepada Allah)." (Q.S. Ali Imran : 64)
pengertian ini nyata terlihat pada diri Umar bin Khattab ketika memilih Islam sebagai jalan hidupnya. seluruh karakter jahiliyah yang selama ini menjadi karakter treade-mark-nya hilang bergantiu menjadi warna islam. atau pada diri mush'ab bin Umair ketika dengan lapang melepaskan semua atribut kemewahan dan kekuasaan jahiliyah yang menjadi haknya. dan pada diri Maryam Jameelah pada saat ia rela menempuh terjal dan cadasnya jalan kehidupan semata untuk membuktikan kemuslimahannya. seperti itulah sepatutnya pribadi muslim memahami konsekuensi syahdatai yang telah diikrarkannya.

Syahadat sebagai janji (Al Wadu)
Hal ini mempunyai keterikatan dengan orang yang mengucapkannya. seseorang yang bersyahadat sebenarnya ia tengah berjanji. janji yang berlaku semenjak ruh masuk ke dalam jasad kita ketika masih dalam rahim hingga hari kiamat kelak. sebagaimana bunyi firman Allah :
"Dan ingatlah ketika Robb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : "Bukankah aku ini Robb-mu?" mereka menjawab, "Betul (Engkau Robb kami) kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang - orang yang lengah terhadap ini (Ke-Esaan Allah)," (Q.S. Al A'raaf:172)

Makna Syahadatain

Pertama : Kalimat Laa Ilaha Ilallaah sebagai Syahadat Uluhiyah
Kalimat Laa berfungsi sebagai nafiy (yang menolak). sedangkan illaha berfungsi sebagai munfiy (yang ditolak). lalu apakah makna dari ilah itu sendiri? ilah memiliki arti memiliki arti - arti yang berkaitan satu sama lain, seperti yang diuraikan oleh Said hawwa, dalam Al Islam : syahadatain dan fenomena kekufuran (jakarta, 1993):
• yang membuat perasaan tenang, seperti dalam kalimat Alihtu ali fulanin (aku merasa tenang pada si Fulan).
• yang sangat dicintai, seperti dalam kalimat Aliharrojulu ila rojul (memfokuskan diri pada seseorang karena ia amat mencintainya).
• yang dimintai seperti dalam kaliamt Aliha rojulu ya'lahu (seseorang memerlukan pertolongan dan menggantungkan dirinya terhadap terhadap sesuatu/seseorang dari kesulitan yang dihadapinya).
• kita tidak dapat berpisah darinya, seperti dalam kalimat Alihal fushailu bi ammihi (gelisahnya anak unta yang mencari ibunya karena berpisah).
• yang diibadahi.

Kedua Mahammadur Rosuulullah sebagai Syahadat Risalah
"Arti pernyataan Muhhamadur Rosuululluah adalah menaati apa yang diperintahkannya, membenarkan , mambenarkan apa yang diucapkannya, menjauhi apa yang dilarang dan dicegahnya untuk diperbuat, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang telah disyariakan oleh sunnahnya".(Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab).
"Katakanlah (Muhammad) : Hai umat manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yang hanya milik-Nya kerajaan langit dan bumi. tiada sembahan yang haq selain Dia. yang menghidupkan dan mematikan. maka berimanlah kepada Allah dan Rosil-Nya. yaitu seorang nabi yang ummi (buta aksara), yang beriman kepada Allah dan firman-firman-Nya dan akutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".(Q.S. Al A'raaf: 158)
"Sesungguhan terdapat pada diri Rosulullah teladan yang baik." (Q.S. Al Ahzab: 21)
Sehimgga tidak pantas bagi seorang muslim mencintai siapapun (manusia) melebihi kecitaan dan ketaatannya kepada Rosulullah. Hal ini berarti kita sepatutnya menjadikan Muhammad satu-satunya tokoph idola. Siap saja yang mengidolakan tokoh diluar Rosululluah dan kemudian menjadi pengikutnya tidah akan mendatangkan pahala, malah menjerumuskan ke dalam neraka.
Pernah pada suatu ketika Umar bin Khattab berjalan berdua dengan Rosulullah dia berkata “Ya Muhamammad aku mencintai dirimu seperti aku mencintai diriku sendiri”. Kemudian kata Rosulullah, “Engkau belum beriman wahai Umar.” Umar kaget mendengar itu, kemudian ia mengulanginya hingga dua kali dan Rosulullah memberi jawaban serupa. Kemudian Rosulullah berkata, ”Belum beriman seseorang sebelum dia mencintai Rosulnya lebih dari mencintai dirinya sendiri”. Dengan serta merta Umarpun menyambut ucapan Rosulullah, “Ya Muahammad aku mencintai dirimu lebihdari aku mencintai diriku sendiri”. Nampak sekali Umar begitu gembira mengungkapkan rasa pengidolaan dan kecintaannya pada Rosul pada waktu itu.
Baik syahadat Uluhiyyah maupun syahadat Risalah merupakan satu unity yang tidak dapat yang dipisahkan, seorang muslim tidak boleh menerima syahadat Uluhiyyah saja, atau syahadat Risalah saja. Jika seseorang syahadat Uluhiyyah saja berarti dia Ingkat Sunnah (menolak sunnah sebagai salah satu rujukan hukum Islam). Apabila seseorang hanya menerima syahadat, Risalah saja, brarti dia seorang Mohamammadien bukanlah termasuk dari bagian umat Islam.

Penutup
Jika seorang telah bertauhid dan bergantung keppada-Nya secara total dalam keseluruhan hidupnya,” Maka sesungguhnya ia telah ber[egang teguh pada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akn putus…”(Q.S. Al Baqarah : 256).
Dengan pemahaman dan kesadaran seperti inilah maka para sahabat dan tokoh – tokoh Islam sepanjang sejarah telah membuktikan keluarbiasaannya. Karena penyerahan diri secara total kepada Allah dan kepercayaan mereka kepada pertolongan Allah Yang Maha Kuasa telah memberikan tenaga yang melebihi kemampuan manusia biasa.