Laman

Sabtu, 29 Mei 2010

MENYANTUNI FUQARA, MASAKIN DAN ANAK YATIM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang sangat sempurna, agama yang memahami semua permasalahan yang ada di dunia, begitu pula Islam sangat memahami keadaan fuqara, masakin, dan anak yatim. Islam sangat peduli dengan keadaan mereka, sebagaimana termaktub dalam ayat-ayat al-Quran tentang perintah menyantuni orang-orang yang rendah, bahkan hal tersebut adalah salah satu penyempurna agama, artinya jika seorang muslim yang taat ibadah, tetapi dia belum menyantuni orang-orang kecil, maka belumlah sempurna Islamnya.

B. Perumusan Masalah
Tafsir ayat-ayat al-Quran tentang menyantuni fiqara, masakin dan anak yatim.

BAB II
AYAT-AYAT TENTANG PERINTAH MENYANTUNI
FAQIR, MASKIN DAN ANAK YATIM


A. Q.S. Al-Baqarah Ayat 177
1. Ayat dan terjemah
Artinya:
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa."




2. Tafsir Mufrodat
الْبِرُّ : Secara bahasa berarti memperbanyak kebaikan. Asal akatanya adalah al-Barr (daratan), dan lawan katanya adalah al-bahr (laut). Menurut istilah syari'at adalah setiap sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk taqarrub kepada Allah, yakni iman, amal saleh dan akhlak mulia.
قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ : Mengarah kepada dua arah tersebut.
وَآتَى الْمَالَ : Memberikan harta benda.
الْمِسْكِيْنُ : Tetap diam, sebab kebutuhan telah menjeratnya. Akan halnya orang yang invalid, persoalannya lain karena yang menghalangi usahanya adalah cacat.
اِبْنُ السَّبِيْلِ : Orang yang mengadakan perjalanan jauh. Sehingga ia tidak bisa menghubungi kerabatnya untuk minta bekal, lantaran jarak yang memisahkannya.
السَّائِلِ : Orang yang meminta-minta kepada orang lain karena terdesak kebutuhan hidup. Pekerjaan ini menurut syari'at Islam diharamkan kecuali dalam keadaan darurat, dan tidak ada pilihan lain kecuali meminta-minta.
الرِّقَابِ : Membebaskan budak (hamba sahaya).
أَقَامَ الصَّلاَةَ : Mendirikan shalat sebaik mungkin, atau seperti yang diperintahkan Allah swt.
الْعَهْدُ : Janji atau suatu ikatan yang dipegang teguh oleh seseorang terhadap orang lain.
الْبَأْسَآءِ : Diambil dari asal kata al-Busu', artinya fakir atau sangat miskin.
الضَّرَّآءِ : Setiap sesuatu yang membahayakan
3. Penjelasan
Kebajikan yang hakiki adalah menanamkan keimanan kepada rukun iman, yakni bentuk ibadah vertikal, dengan kata lain ibadah mahdah, yakni ibadah yang langsung hubungannya antara manusia dengan Sang Khaliq. Di samping ibadah tersebut ada ibadah lain yang dinamakan dengan ibadah ghair mahdlah, yang diistilahkan sekarang dengan ibadah sosial, seperti menginfakkan harta di jalan Allah kepada orang-orang yang membutuhkan. Hal ini digariskan pada potongan ayat di atas, yaitu:
Mengeluarkan harta kepada orang-orang yang membutuihkan karena belas kasihan terhadap mereka, adalah ditunjukan kepada orang-orang sebagai berikut:
a. Sanak famili yang membutuhkan. Mereka adalah orang-orang yang paling berhak menerima uluran tangan. Karena, berdasarkan fitrahnya, manusia akan merasa lebih kasih sayang terhadap sanak familinya yang hidup miskin dibanding orang lain. Ia akan merasakan bahwa kesengsaraan yang diderita keluarganya berarti kesengsaraan dirinya; sebaliknya, kesejahteraan keluarganya itu juga merupakan kesejahteraan dirinya. Siapapun yang memutuskan hubungan persaudaraan dengan mereka dan tidak mau menolong, padahal, mereka dalam keadaan miskin, dan ia sendiri bergelimang dalam nikmat Tuhan (kekayaan), berarti ia telah jauh dari peraturan agama dan fitrah manusiawinya.
Di dalam hadits sahih disebutkan:
صَدَقَتُكَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِى رَحْمِكَ إِثْنَانِ أَيْ ِلأَنَّهَا صَدَقَةٌ وَصِلَةُ رَحْمٍ.
"Sadaqahmu terhadap kaum muslim, (pahalanya) adalah satu kali, dan terhadap sanak famili dua kali. Karena ia memperoleh pahala sedekah dan satu lagi silaturahmi.
b. Anak-anak yatim, yaitu anak-anak kaum miskin yang tidak mempunyai ayah yang memberikan nafkah kepada mereka.
c. Kaum fakir miskin. Mereka adalah orang-orang yang tidak mampu berusaha mencukupi hidupnya.
d. Ibnu Sabil, (orang yang sedang dalam perjalanan jauh).
e. Orang yang meminta-minta. Yakni orang yang terpaksa melakukan pekerjaan meminta-minta kepada orang lain karena terdesak kebutuhan yang dirasakan sangat berat.
f. Memerdekakan budak atau hamba sahaya. Dalam pembicaraan ini termasuk di dalamnya adalah menebus tawanan perang dan memberikan bantuan kepada hamba yang telah menandatangani perjanjian dengan majikannya untuk satu kemerdekaan yang dibayar dengan cara angsuran (kitabi)
Memberikan sumbangan terhadap golongan-golongan tersebut tidak terikat oleh waktu tertentu, dan tidak diisyaratkan harus mencapai nisab tertentu seperti zakat. Hal ini diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing yang akan memberikan santunan.



B. Q.S. Al-Baqarah Ayat 220
1. Ayat dan Terjemah
Artinya:
"Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

2. Penjelasan
Semua wasiat yang berkenaan dengan masalah anak yatim, telah mengundang perhatian seluruh kalangan masyarakat muslimin pada zaman Nabi masih ada. Mereka menjadi kebingungan dan merasa berdosa jika merawat anak yatim dan menggunakan harta mereka, sebab mereka merasa takut apabila telah berlaku zalim terhadap anak-anak yang ada dalam asuhannya. Akhirnya mereka menyadari bahwa sikap seperti ini tidak membawa maslahat untuk mereka (anak-anak yatim), bahkan mengundang mafsadat (kerusakan) yang lebih besar bagi mereka, terutama dalam hal perndidikan mereka terhamburnya harta mereka serta hal-hal lain yang mengakibatkan hancurnya masa depan mereka. Di samping itu tindakan mereka tadi merupakan tindakan penghinaan dan perendahan terhadap anak yatim.
Dengan demikian mereka telah dihadapkan pada suatu masalah yang harus bisa diselesaikan dengan membawa maslahat bagi kedua belah pihak. Yaitu maslahat anak yatim agar bisa hidup di rumah tangga mereka dengan persaan bangga sebagai salah seorang anggota keluarganya. Dan maslahat yang berkaitan dengan penanggungnya agar tidak memakan harta anak yatim dengan tanpa hak. Akhirnya, pertanyaan mereka dijawab dengan ayat berikut:
Katakanlah (hai Muhammad) kepada orang yang menanyakan tentang perlakuan yang baik terhadap anak yatim dengan memisahkan atau mencampurnya? Katakanlah, bahwa semua hal yang mendatangkan maslahat untuk mereka adalah lebih baik. Oleh karena itu, kalian wajib memperbaiki keadaan mereka dengan mendidik dan mengajari mereka, mengembangkan harta mereka dan kalian. Sebab, masing-masing berjalan menuju kepada kebaikan bersama. Dan pergaulan mereka dilandasi oleh sikap saling memaafkan tanpa adanya keinginan untuk saling menguasai. Sehingga anak yatim ada di rumah mereka bagaikan saudara kecil mereka yang dipelihara dan diarahkan oleh mereka menuju kepada apa yang menjadi kemaslahatannya.

C. Q.S. At-Taubah Ayat 67
1. Ayat dan Terjemah
Artinya:
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik."

2. Tafsir Mufrodat
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ : Mereka sama, baik dalam sifat maupun dalam perbuatan, seperti "Engkau bagian dari diriku dan aku bagian dari dirimu.", yakni kita adalah satu, tidak ada perbedaan di antara kita.
الْمُنْكَرِ : Kemunkaran, baik bersifat syar'i, yaitu apa yang dipandang buruk dan diingkari oleh syara', maupun bersifat fitri, yaitu apa yang diingkari oleh akal yang sehat dan fitrah yang lurus, karena bertentangan dengan keutamaan dan keuntungan individual serta kemaslahatan umum.
الْمَعْرُوْفِ : Lawan dari kemunkaran, dalam semua perkara itu.

3. Penjelasan
Orang-orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan, sama dalam sifat, akhlak, dan perbuatannya, seperti firman Allah swt., tentang keluarga Ibrahim dan keluarga Imran;
ذُرِّيَّةً بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ
"Satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain." (Ali Imran, 3 : 34)
Penyair berkata:
تِلْكَ الْعَصَا مِنْ هذِهِ الْعُصَيَّةْ * هَلْ تَلِدُ الْحَيَّةُ إِلاَّ الْحُيَيَّةْ
"Tongkat itu berasal dari tongkat ini. Ular pun hanya akan melahirkan ular lagi."
Kemudian Allah menjelaskan keserupaan itu:
يَأْمُرُوْنَ بَالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ أَيْدِيَهُمْ
Sebagian mereka menyuruh sebagian yang lain untuk melakukan kemunkaran, seperti berdusta, berkhianat, mengingkari janji, dan melanggar perjanjian, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits;
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ. رواه الشيخان عن أبى هريرة
"Ada tiga tanda orang munafik; apabila berbicara, maka dia berdusta; apabila berjanji, maka ia mengingkarinya; dan apabila diserahi amanat, maka dia berkhianat." (HR. Syaikhan dari Abu Hurairah)
Dan melarang melakukan perbuatan yang ma'ruf, seperti jihad dan menafkahkan harta di jalan Allah untuk berperang, sebagaimana digambarkan oleh Allah:
"Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami."

Dalam ayat ini Allah cukup menyebutkan bahwa mereka tidak mau mengeluarkan harta, padahal kemunkaran mereka yang berbentuk perbuatan sangat banyak. Hal ini karena ketidakmauan mengeluarkan harta merupakan perbuatan munkar yang paling buruk dan paling berbahaya, serta merupakan dalil terkuat yang menunjukkan kemunafikan, sebagaimana halnya menafkahkan harta di jalan Allah merupakan dalil terkuat menunjukkan keimanan.
Mereka lupa untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Tidak terbetik sedikit pun di dalam hati mereka, bahwa Allah mempunyai hak atas mereka untuk ditaati dan disyukuri; mereka mengikuti hawa nafsu dan bisikan setan. Maka, balasan atas perbuatan mereka itu ialah mereka tidak akan menerima kasih-sayang dan taufik-Nya di dunia, serta pahala di akhirat.
Sesunguhnya orang-orang munafik yang berpaling dari jalan lurus menuju jalan setan adalah orang yang paling banyak berbuat kefasikan dan keluar dari seluruh keutamaan. Bahkan, orang-orang kafir sekalipun, yang mereka itu meyakini kebenaran akidah yang batil, tidak mencapai derajat kaum munafik dalam hal kefasikan, keluar dari ketaatan kepada Allah, dan hal melepaskan diri dari keutamaan fitrah yang lurus.
Kemudian Allah menjelaskan siksaan yang telah dipersiapkan bagi mereka dan orang-orang seperti mereka, sebagai balasan atas amal yang dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar