Laman

Senin, 31 Mei 2010

Jadi Pemuda Berkualitas

Jadi Pemuda Berkualitas? Siapa Takut?
Jadi Pemuda Berkualitas?? Siapa Takut?

Setiap hari kami saksikan kesadisan
di luar logika,
juga pertikaian yang tak selesai
diiringi goyang bor patah-patah,
gosip para selebriti
serta gentayangan para hantu
setiap jamnya

Kami larut dalam kisah cinta
anak sekolah berseragam putih merah
putih biru dan putih abu-abu
sambil menertawakan si Yoyo, Cecep, Sin Chan, dan bidadari,
lalu sibuk mendukung bintang baru lewat SMS

Dari pagi sampai malam
kami menghafal televisi
kami cerna kelicikan, darah, goyangan,
dan semua jenis hantu
sambil mendebukan buku-buku

Di sekolah, guru bertanya
tentang cita-cita
dan sambil menguap panjang
kami menjawab
Kami ingin jadi orang paling berguna bagi negeri ini
seperti yang pernah dinasihatkan
orangtua, guru, pejabat, politisi, ulama, dan selebriti kami di televisi

(“Anak Televisi”, oleh Abdurahman Faiz)


Sebuah puisi yang cukup menohok dan menghenyakkan saya. Betapa tidak? Faiz, peyair yang masih duduk di Sekolah Dasar tersebut, sudah dapat meluncurkan kata-kata sederhana tapi tajam tentang sosok anak-anak muda Indonesia sekarang. Sebuah hal yang bahkan saya kurang sadari... bahwa saat ini yang hilang dari mayoritas pemuda Indonesia, terutama pemuda Islam, adalah semangat dan kesungguhannya untuk benar-benar menjadi orang paling berguna bagi negeri dan pemuda berkualitas. Bukan lagi sekedar kata-kata hafalan tanpa makna seperti yang disinggung Faiz dalam puisi di atas , “...sambil menguap panjang kami menjawab, kami ingin jadi orang paling berguna bagi negeri ini, seperti yang pernah dinasihatkan orangtua, guru, pejabat, politisi, ulama, dan selebriti kami di televisi.”

Hal tersebut memang benar adanya. Banyaknya artikel-artikel di media cetak tentang kenakalan anak muda mengindikasikan bahwa semangat dan kesungguhan mereka untuk menyumbangkan sesuatu yang positif bagi negara atau paling tidak buat lingkungan mereka sendiri, telah berkurang. Mereka lebih memilih mencari kesenangan pribadi daripada memberikan kesenangan dan manfaat kepada orang lain. Atau coba kita lihat diri kita sendiri... Sering juga kita melakukan hal yang sama dengan mereka. Kita sering merasa berat untuk membantu kerja sebuah kepanitiaan dengan alasan malas dan bermacam-macam alasan lainnya yang terkadang tidak masuk akal. Kita lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer memainkan game favorit kita daripada memanfaatkannya untuk menghasilkan suatu karya yang lebih bermanfaat bagi orang banyak. Kita lebih suka membiarkan diri terhipnotis dengan acara televisi selama berjam-jam daripada membaca buku untuk menambah ilmu pengetahuan. Kalau pemuda Islamnya seperti ini, bagaimana nasib umat Islam nantinya? Selain itu, bagaimana nasib negara kita nantinya?

Padahal, ada sebuah pepatah yang berbunyi, “Negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat dari sosok pemudanya.” Bahkan Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa pemuda adalah salah satu dari lima pilar yang dibutuhkan untuk membangun negara tangguh selain pemimpin yang adil, ulama, wanita solehah, dan ummat yang baik. Seharusnya, kita sebagai pemuda/i Islam merasa tersanjung dengan hal tersebut kemudian berusaha melakukan yang terbaik untuk mewujudkannya. Tapi, mungkin saja, ada beberapa dari kita merasa bingung, tidak puas dan bertanya, “Kenapa harus pemuda?”. Jawabannya cukup sederhana, karena pemuda adalah kumpulan anak-anak muda dengan semangat besar, daya serap dan pikir yang cepat juga fisik yang masih prima. Karena peranan pemuda yang strategis itulah, Soekarno sampai berani mengatakan sesuatu yang masih dikenang dunia hingga sekarang, “Berikan kepadaku 1000 orang tua, aku sanggup mencabut Semeru dari uratnya. Tapi, berikan kepadaku 10 pemuda maka aku sanggup menggoncangkan dunia.”

Pertanyaannya sekarang adalah, “Pemuda seperti apa sih yang bisa menggoncangkan dunia dan menjadi pilar negara?”. Tentu saja jawabannya bukan pemuda yang suka menghabiskan waktunya dengan bersantai-santai, pasif, dan tidak mempunyai kesungguhan untuk terus berkarya bagi ummat. Pemuda yang dimaksud haruslah pemuda yang berkualitas. Ia haruslah seorang yang dinamis, aktif berkarya membuat perubahan, kreatif, revolusioner dan yang tidak kalah penting adalah beriman dan bertakwa. Dinamis, karena kehidupan ini tidak selamanya berada di atas, bisa saja ia meluncur ke titik terbawah dalam hidup kita. Oleh karena itu, pemuda yang dinamis, peka dalam menyikapi perubahan, akan sanggup bertahan daripada mereka yang tidak peka dalam menyikapi perubahan. Aktif berkarya dalam membuat perubahan lebih baik daripada terus berdiam diri menunggu seseorang merubah keadaan. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri... (QS 13: 11)”. Pemuda yang kreatif akan mempunyai banyak solusi dalam menghadapi setiap permasalahan. Pemuda pun harus siap menjalankan perannya sebagai seseorang yang revolusioner, menjadi agen peubah masyarakat dari tidak baik menjadi baik dan dari kurang baik menjadi lebih baik. Akan menjadi sesuatu yang lengkap jika pemuda tersebut juga mempunyai keimanan, ketakwaan, akidah, ibadah, dan akhlak yang baik sehingga bisa menjadi teladan bagi yang lainnya.

Truss... Gimana sih caranya untuk jadi pemuda yang berkualitas dan mempunyai kesungguhan dalam berkarya? Untuk mewujudkannya, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu hati nurani (spiritual intelligence), emosi (emotional intelligence), akal (intellectual intelligence), dan fisik. Menurut As-Syahiid Hasan Al-Banna hal-hal tersebut dapat dimaksimalkan melalui perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa dapat dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan. Rajin menambah ilmu dengan mengikuti kajian, seminar, mentoring atau training; melakukan introspeksi diri; melembutkan hati dengan banyak berdoa merupakan cara-cara yang dapat ditempuh untuk mendidik dan membina jiwa. Setelah ilmu didapat, hal berikutnya yang dapat dilakukan adalah menumbuhkan semangat dan kesungguhan untuk mengimplementasikannya dalam amalan nyata. Caranya? Pahamilah ilmu yang telah kita peroleh, apa sih manfaat dan kegunaan dari ilmu tersebut. Misalnya, ilmu tentang Information Technology (IT) yang kita pelajari selama ini ternyata bisa dimanfaatkan untuk banyak hal lho!!! Dengan ilmu tadi, kita bisa saja membuat sebuah website yang berisikan informasi-informasi Islam, bisa membuat program-program keren dan bermanfaat banyak, bisa buat nyari duit juga nantinya... (oops, money-oriented!!). Nah, bener-bener gak ada ruginya kan? Ilmu yang kita pelajari gak sia-sia, dapat uang, juga pahala... tapi dengan catatan: semua itu harus dilakukan dengan iklash.

Jika semua pemuda Islam di Indonesia bertekad untuk menjadi pemuda berkualitas, impian akan kejayaan Islam dan ketangguhan negara Indonesia nantinya, besar kemungkinan akan terwujud. Karena di hadapan kita – bisa jadi – akan muncul lagi pemuda-pemuda tangguh yang mengikuti jejak Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Mus’ab bin Umair; pemuda Yahya Ayyash, Imad Aqdil, Izzudin Al Qasam, dan mujahid-mujahid muda Palestina lainnya. Dengan demikian, cita-cita untuk menjadi orang yang paling berguna bagi negeri ini juga sudah bukan lagi kata-kata tanpa arti, bukan lagi impian yang tidak tau kapan akan berakhir, tapi sebuah impian yang bisa diwujudkan menjadi kenyataan manis. Pastinya, pada pengen banget kan hal tersebut terjadi pada diri kita? So, jadi pemuda berkualitas? Siapa takut?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar