Laman

Senin, 31 Mei 2010

GENERASI HARAPAN

GENERASI HARAPAN

Pendahuluan
“Demi Rabb Muhammad, sekiranya bukan karena bertentangan samudera ini yang menjadi penghalang, niscaya aku taklukan seluruh jagad raya ini demi meninggalkan kalimat-Mu, wahai Rabbku, Saksikanlah….”

Ungkapan itu terlontar dari mulut Uqbah bin Nafi’ (Panglima pasukan penakluk afrika), seorang pemuda pada zaman Bani Umayyah yang diucapkannya ketika ia berdiri di hadapan Samudera Atlantuk yang luas. Kalimat tersebut menyiratkan adanya sebuah tekad dan semangat yang kuat berkobar. Seolah ia ingin menunjukan bahwa sebagai pemuda ia mampu meraih dan mencapai cita-cita yang luhur.

Tidak mengherankan, apabila pemuda sering diibaratkan bagai urat nadi yang senantiasa berdenyut, bergetar, meletup-letup, dan bergejolak. Ia adalah produk generasi yang memiliki semangat perjuangan dan pengorbanan yang tinggi, serba ingin tahu, peka, penuh kepedulian, dan mampu menerima perubahan dari hal-hal yang butuk kepada yang baik atau sebaliknya. Dari ungkapan Uqbah bin Nafi’ diatas kita bisa melihat semangat perjuangannya yang begitu tinggi, sehingga bila bukan karena samudera yang menjadi penghalang, ia berani menaklikkan jagad raya demi tegaknya Islam di muka bumi.

Dr. Syakir Ali Salim Ad-Daulah mengatakan dalam bukunya Pemuda Islam, di seputar Persoalan yang menghadangnya bahwa pemuda adalah masa depan umat, masa depan dunia dan kemanusiaan. Tentu layaklah bila kemudian pemuda dijadikan sebagai ujung tombak pelaku perjuangan.

Pemuda dalam Islam
Islam memandang usia muda sebagai usia yang mengandung nilai sangat khusus, seperti yang Rasulullah saw. Ungkapkan:

”Gunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya yang lima (uzur), yakni: masa mudamu sebelum tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum datang miskin atau fakir, masa hidupmu sebelum matimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu.” (Hadits Ibnu Abbas r.a. Riwayat Al Hakim)
Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: Rasulullah saw, bersabda, ”ada dua nikmat dimana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan.” (H.R. Bukhari dikutip dari Tarjamah Riyadhush Shalihin karya Imam Nawawi)

Kecenderungan hidup santai dan berleha-leha adalah satu bentuk aktivitas pemuda yang tidak memahami nilai waktu. Penyakit ini seringkali menghinggapi pemuda. Pdahal, apabial seseorang sudah tidak bisa lagi menghargai nilai waktu, ia tidak akan mampu menata dan mengatur waktu sesuai dengan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Segala bentuk tanggung jawabnya akan terbengkalai dan akhirnya cita-cita yang sudah dirancang menjadi angan-angan belaka.

Kita mengapa tidak bisa memungkiri bahwa kuatnya jerat ghodzwul fikri yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam menjadi salah satu faktor lalainya pemuda. Namun, apabila hal ini diimbangi dengan ketahanan dan kekuatan iman yang kokoh niscaya pemuda akan mampu tampil sebagai sosok mukmin yang ideal. Ia akan mampu mengolah potensi jasmani, akal, dan jiwanya sehingga berkembang maksimal membentuk pribadi yang kokoh, tangguh penuh semangat, dan mampu menompang kebangkitan Islam.

Masa muda hendaknya dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat, sebab kesempatan itu hanya datang sekali dalam rentang waktu kehidupan manusia di dunia. Tenaga yang masih segar ditambah dengan semangat yang menyala merupakan modal utama untuk mengejar kesempatan emas menyongsong masa depan melalui ilmu pengetahuan. Pada saat usia semakin menua, kesempatan itu tak banyak diharapkan. Oleh karena itu, gunakan usia muda untuk menunaikan kewajiban membela agama Allah dengan sebaik-sebaiknya.

Apabila hidup kita diabdikan guna kepentingan agama, niscaya Allah akan senantiasa melindungi dan memayungi gerak langkah kita.

”...Jika Kamu menolong (Agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad: 7)


Rasululllah saw. bersabda:
”Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindugan selain perlindungannya...(satu diantaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah.” (H.R. Syaikhoni)

pemuda muslim yang pandai menggunakan kesempatan dan waktu yang dimilikinya akan mempunyai jiwa yang senantiasa bersungguh-sungguh, bekerja keras dan selalu mengadakan hubungan baik dengan Allah. Seperti layaknya generasi pertama mukmin yang digembleng Rasulullah saw., Dalam usianya yang masih sangat muda, mereka telah mampu memberikan kontribusi pada dienul Islam. Umar bi Khatab yang berusia 27 tahun, Zaid bin Haritsah 20 tahun, Sa’ad bin Abi Waqash 17 tahun dan yang termuda Ali bin Abi Thalib, yang pada saat itu masih berusia 8 tahun. Mereka memang generasi satu-satunya yang memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda dengan umat lain. Jadi wajarlah bila Allah memuji mereka sebagai generasi (umat) terbaik, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya:

”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah....” (Q.S. Ali Imran: 110)

Bahkan Rasulullah pernah mengungkapkan bahwa kemenangan Islam juga disebabkan oleh kontribusi pemuda dalam perjuangan risalah ini:

”Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu berilah wasiat yang baik untuk mereka.”

Perbedaan jarak dan waktu, bukan alasan bagi kita untuk menjadi generasi yang lemah. Seperti Yahya Asyash ketangguhan, kesungguhan, dan kedekatannya dengan Allah menjadikannya seorang mujahid muda Palestina yang mampu menciutkan hati tentara-tentara Israel. Semangat yang tinggi untuk membela Palestina membuatnya selalu jadi incaran Zionis. Akhirnya seorang kolaborator Zionis, Usamah Kamal Hamad, yang terjebak sebagai kawan Asyash mengakhiri perjuanganya lewat dering telepon genggam yang diberikan bahan peledak. Allah menganugerahkan dengan syahid pada usia 31 tahun, ia syahid karena membela aqidah Islam, berjihad dibawah panji Al Quran, membela tanah airnya Palestina dan melawan perampok tanah Palestina dari konspirasi Yahudi. Penderitaan yang ia rasakan akibat kekejaman Israel telah membentuk siakp dan karakternya yang ulet, gigih, dan keras (dikutip dari Majalah Islah No. 58/Th. IV, 1996).

Bekal yang Harus Dimiliki Pemuda Islam

Dalam menghadapi rintangan dan hambatan yang menghalangi gerak langkah pemuda tentunya diperlukan bekal dan modal yang cukup agar langkah yang telah ditempuh tidak diperlukan bekal dan modal yang cukup agar langkah yang telah ditempuh tidak surut ditengah jalan. Yaitu langkah untuk senantiasa menegakkan Al Islam dimuka bumi. Bekal ini tidak semata-mata sebagai penentu langkah awal, tetapi juga sebagai kekuatan penerus perjuangan. Ulama berpendapat bahwa bekal yang harus dimiliki seorang pemuda Islam adalah sebagai berikut:

A. Aqidah yang Kuat (saliimul ’aqidah)
Aqidah adalah modal utama perjuangan. Bentuk daari kesiapan aqidah adalah taqwa.
”Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 197)
Aqidah merupakan tolak ukurar unutk menilai iman seseorang. Seorang pemuda muslim adalah pemuda yang memiliki aqidah, keyakinan, ketergantungan yang kuat terhadap Allah semata, dan tidak mencampur-adukkan aqidahnya dengan aqidah-aqidah lain.

B. Ibadah yang baik dan benar (shalihul ’ibadah)
Menurut Abdullah Nashih ’Ulwan, ada dua faktor yang harus diprthatikan dalam ibadah, yaitu:
Pola atau bentuknya dan konsistensi atau kesungguhan dalam melaksanakannya di manapun dan dalam kondisi apapun. Jika ibadah sudah dilakukan secara benar dan konsisten dengan sendirinya akan terefleksi pada diri pemuda sebagai tanda bahwa ia memang seorang yang bersungguh-sungguh.
”Padahal mereka tidak disurh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan agama dengan lurus), dan supaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al Bayyinah: 5)

C. Sempurnanya akhlak (matiinul khuluq)
Dalam upaya pembinaan idividu dan pendidikan masyarakat, Islam sangat memprioritaskan segi-segi akhlak dalam pengertian yang luas, seperti benar dalam ucapan dan tindakkan, penuh rasa tanggung jawab (amanah), menepati janji, toleransi, pemaaf, dll. Akhlak yang diwujudkan dalam bentuk panutan (qudwah) yang baik, sungguh sangat efektif sebagai sarana menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok bumi dan untuk menuntun manusia kejalan keimanan dan kebaikan.

”Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)....” (Q.S. An Nisaa’: 86)

D. Kematangan intelektual ( mutsaqqoful fikri)
Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar menegaskan, pada dasarnya dunia Islam telah dicemari oleh berbagai ideologi, pemikiran, sistem hidup, serta aliran-aliran filsafat yang sengaja disusupkan kedalam ajaran Islam sebagai upaya memalingkan pandangan muslim kepadanya.
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (antara) jalan yang benar dan jalan yang salah....” (Q.S. Al Baqarah: 256)

Untuk itu agar bisa membedakan kebenaran, seorang pemuda dituntut memiliki kemampuan intelektual yang memadai.

E. Jasad yang kuat (qowiyyul jismi)
Rasulullah saw. dikenal memiliki kekuatan fisik yang luar biasa. Beliau mampu meladeni tantangan Ubay bin Khalaf di Perang Uhud. Beliau berhasil menikam tombaknya tepat mengenai dada Ubay bin Khalaf, sehingga membuatnya jatuh terpental dari atas kuda dan bersimbah darah. Para sahabat pun meminta bantuan Rasul untuk memecahkan sebuah batu dalam paritpada saat perang Khandak. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan Abdullah Nashih ’Ulwan, Rasulullah sangat menekankan pentingnya daya tahan tubuh yang kuat dan bahwa orang mukmin yangkuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang mukmin yang lemah.

Seperti firman Allah yang berbunyi:
”Dan siapakah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu....” (Q.S. Al Anfal: 60)

F. Teratur dan cermat dalam berkaya (munazhzhomun fii syu’unihi)
Seorang mukmin harus selalu bekerja secara profesional sehingga menghasilkan karaya yang berkualitas.

Rasulullah saw, bersabda:

”Setiap manusia bekerja, maka ada yang menjual dirinya dengan bekerja berat untuk keselamatannya atau kecelakannya.” (H.R. Muslim dikutip dari Tarjamah Riyadhush Shalihin karya imam Nawawi)

G. Memperhatikan waktu (hariitsun ’ala waqtihi)
Memperhatikan waktu adalah penting. Ustadz Hasan Al Banna mengingatkan kepada kita bahwa waktu adalah kehidupan itu sendiri, kalau tidak digunaklan sebai0baiknya berarti telah menyia-nyiakan hidup. Waktu kita sangat terbatas, untuk itu diperlukan pengaturan seefektif dan seefesien mungkin. Jangan sampai kita gunakan untuk kepentingan sesuatu yang sia-sia, atau bahkan maksiat.

”Maka apabila kamu telah selesai (dari segala urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S. Alam Nasyrah: 7)

H. Bermanfaat bagi orang lain (naafi’un lil ghairi)
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ’alamin, sehingga seorang muslim harus menjadi rahmat bagi alam. Pemuda harus mampu memberi manfaatkepada diri-sendiri, orang lain, dan alam sekiitarnya dalam rangka menegakkan Islam di muka bumi.

Dari Abi Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaa Al Khuri r.a. bahwa sanyaRasulullah saw., telah bersabda: ”Janganlah saling memudharatkan.” (H.R. Ibnu Majah-Darquthni dll)


Peranan Pemuda Islam
Pemuda merupakan titik penting bagi perkembangan sebuah bangsa. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah saw. sangat menekankan pentingnya pembinaan ruh dan mental (fisik) kepada kaum muda. Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda seperti dibawah ini:

A. Pemuda sebagai generasi penerus (Q.S.AL Baqarah: 132-133)
Pemuda adalah penyambung generasi kaum beriamn sebelumnya (Q.S.Al Furqan: 74)
”Dan orang-orang yang beriman,dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka....”(Q.S Ath Thuur: 21)

Berapa banyak umat manusia yang pupus dan musnah peradabannya tanpa bekas, bukan jenisnya, akan tetapi ekstensinya tidak bermakna. Genmerasi penerusnya tidak mampu menjaga peninggalan generasi pendahulunya, maka hilanglah kepribadian (indentitas, berubah menjadi pribadi lain yang jauh dari keluhuran fitrah insani.

Apabila pemuda sebagai generasi penerus tidak memiliki ketangguhan dan bekal yang kuat maka akan sia-sialah apa yang sudah dibangun oleh generasi sebelumnya.

B. Pemuda sebagai generasi pengganti
”Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya....” (Q.S. Al Maidah: 54)

Generasi yang sudah ada sebelumnya tentu memiliki kelemahan dan keterbatasan sebagai manusia. Pemuda adalah pengganti generasi sebelumnya, dengan segenap kemampuannya harus mampu mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada.

C. Pemuda sebagai generasi pembaharu atau reformer
”Ingat ketika ia berkata kepada bapaknya: ”Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong sedikitpun.” (Q.S. Mariyam: 42)
Kutipan ayat diatas adalah gambaran kebesaran jiwa pemuda Ibrahim as. Ketika mengenalkan (Agama) Allah Swt., walaupun ia harus berhadapan dengan sang ayah yang masih menyembah berhala.

Reformasi pemuda terhadap ajaran-ajaran tersebut, yang menyimpang dari agama mutlak dibutuhkan, karena pemuda merupakan salah satu pilar kekuatan dawah Islam. Dawah Islam mengajak manusia membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan, kemudian menyerahkan segala bentuk penyembahaan kepada Allah Swt. Saja. Perhatian Islam yang demikian mendalam terhadap pemuda muslim di sengaja aspek kehidupannya, tidak lain adalah agar pemuda muslim memiliki aqidah serta kepribadian yang lkokoh uuntuk kemaksiatan dan kemajuan umat.

Menurut Hasan Al-Bana, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecualidengan perbaiakan jiwa. Perbaiakn jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat doa, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.

Bertolak dari semua itu, Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, pemuda dalam Islammerupakan tumpuan umat, penerus, dan penyempurna misi risalah Illahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, ekstensinya sangat menentukan di dalam masyarajat.

Penutup
Pada akhirnya seberapa besar pun usaha kita bila tanpa diimbangi dengan iman dan takwa serta kedekatan kita terhadap Allah Swt. Hasilnya hanyalah masa depan harus segera mencukupi bekal kita yang masih kurang dan mendekatkan diri pada Pemilik Seluruh Jiwa, agar dekat pula pertolongan-Nya. Ambillaj contoh bagaimana Usamah bin Zaid r.a. dalam usianya yang relatif masih muda mampu mengemban amanah sebagai penglima perang yang tangguh, tanpa melupakan hubungan dekat dengan Rabbnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar